Jepang Penggratisan Tol, Indonesia Kapan?

Posted on 10.24 In:
Jepang Kini: Menuju Penggratisan Tol Posted on 8 September 2009 by Alumni Unesa Tadi melihat TV di chanel 11. Dibahas permasalahan-permasalahan Jepang mendasar dalam hubungannya dengan kemenangan Partai Demokrat, partai yang didominasi oleh kaum muda Jepang. Ada empat permasalahan mendasar yang dibahas dalam bincang santai di TV itu yaitu penggratisan jalan tol, kemandirian pangan, pangkalan militer Amerika, dan perawat. Semuanya ini dibahas dalam rangka PR untuk pemerintahan baru. Empat permasalahan ini akan dikemukakan di sini dalam empat judul (satu-satu ya). Semoga saja bahasa Jepang saya tidak keliru dalam menangkap isi perbincangan itu. Kesan pertama tentang acara TV itu adalah betapa permasalahan yang dibahas itu sulit tapi penyajiannya begitu sederhana. Bahkan orang-orang yang diajak ngobrol itu adalah orang awam yang tidak tahu permasalahan berat yang dihadapi Jepang. Saya berharap TV Indonesia bisa membuat program obrolan diselingi penyajian data yang amat sederhana, sehingga orang awampun bisa mengerti permasalahan yang sedang dibahas. Dalam tulisan pendek ini akan mengulas beberapa poin yang sempat saya catat tentang penggratisan jalan tol di Jepang. Rupanya penggratisan tol ini menjadi program utama yang dikemukakan oleh partai Demokrat ketika kampanye. Pembangunan jalan tol di Jepang sudah dimulai pada tahun 1956. Biaya pembangunan diperoleh dari Bank Dunia. Jalan tol pertama yang dibangun itu adalah Tomei (Tokyo-Nagoya) dan Meishin (Nagoya-Osaka???). Kenapa ketika lewat jalan tol harus membayar, padahal kalau lewat jalan biasa tanpa bayar. Tentu saja jawaban sederhananya adalah untuk membiaya pembangunan jalan tol itu. Betul. Jepang harus mengembalikan pinjaman Bank Dunia untuk pembangunan tol tersebut. Sebenarnya pembayaran hutang Jepang kepada Bank Dunia sudah lunas pada tahun 1990, tapi kenapa sampai tahun ini kalau masuk tol masih harus tetap membayar? Ternyata kebijakan Jepang waktu itu adalah uang tol setelah tahun 1990 itu digunakan untuk membangun tol di seluruh Jepang. Dan tentu saja dengan uang tol itu tidak dapat untuk membangun tol seluruh Jepang, akibatnya Jepang masih harus mengutang. Mengutang kepada siapa? Kepada Masyarakat Jepang sendiri. Uang mana yang diutang untuk membangun tol itu. Jawabannya adalah uang “nganggur” yang ada di Bank Pos (yubin chokin). Hutang Jepang saat ini kepada masyarakat Jepang adalah 31 oku yen. 31 oku yen itu berapa nolnya…. embuh itungen dewe. (Uang yang ada di Bank Pos Jepang keseluruhan adalah 304 oku yen). Konon utang untuk pembangunan tol di seluruh Jepang ini, pemerintah baru akan bisa melunasinya sampai tahun 2050. Waduh suwene rek. La terus. Katanya jalan tol oleh partai demokrat akan digratiskan, mbayarnya pakai apa? Ya Apalagi kalau bukan dari pajak. Logikanya di mana? Kalau jalan tol digratiskan, biaya pengangkutan (yang tentu saja memakai jasa jalan tol) akan turun. Kalau biaya angkut turun otomatis barang-barang akan murah. Artinya, sandang pangan akan amat terjangkau oleh masyarakat Jepang. Tapi mekanismenya bagaimana? Embuh, yang jelas ndak dibahas dalam perbincangan itu. Kita disuruh melihat saja bagaimana pemerintahan baru Jepang (by Demokrat) akan mengelola masalah penggratisan jalan tol ini. Nagoya, Ramadhan 2009 Roni

Posted on 10.04 In:
The Australian Ingatkan Bahaya Website Hizbut Tahrir Indonesia dalam Perang Ideologi Melawan Kapitalisme Media The Australian (11/12) memuat artikel yang mengingatkan kemenangan dalam perang ideology merupakan kunci kemenangan dalam menghadapi kelompok Islam yang ingin memperjuangkan syariah dan Khilafah. Dalam artikel yang provokatif yang berjudul Islamists must be prevented from brainwashing kids , penulis melakukan kebohongan dengan mengkaitkan upaya penegakan syariah dan Khilafah sebagai tindakan terorisme . Kemudian dibangun logika untuk menang dalam perang melawan teroris ini adalah dengan mengalahkan ideologynya. Dalam Artikel yang ditulis Carl Ungerer ( director of national security at the Australian Strategic Policy Institute) tersebut dinyatakan : Agar suatu ideologi berkembang , ideolagi itu harus terus mencari anggota-anggota baru. Pada saat sebuah organisasi teroris generasi baru terbentuk, masyarakat internasional tampak tidak mampu lagi merespons secara komprehensif, dengan cara yang strategis.Untuk saat ini, perang global melawan teror telah terbagi antara 95 persen operasi militer dan 5 persen operasi ideologis. Hal itu harus dibalik, karena memenangkan perang ideologi lah yang akhirnya akan menentukan apakah kita berhasil atau gagal melawan gelombang terorisme keagamaan saat ini. Artikel ini juga secara khusus menulis tentang Hizbut Tahrir Indonesia. Meskipun diakui sendiri oleh penulis Hizbut Tahrir tidak menggunakan kekerasan dalam perjuangannya , penulis mengingatkan Hizbut Tahrir sebagai ancaman karena perjuangan ideologinya. Tertulis dalam artikel tersebut : Jumlah serangan teroris di seluruh dunia mungkin telah berkurang, tetapi ideologi korosif yang mendorong terorisme internasional terus memperoleh dukungan dari mulai Somalia hingga ke Filipina selatan. Dan fokus cuci otak ideologis ini semakin diarahkan kepada anak-anak. Di Indonesia, kelompok Islam radikal Hizbut Tahrir memfokuskan perhatiannya pada sekolah-sekolah, menyediakan bahan bacaan dan instruksi-instruksi yang menganjurkan para remaja ikut menggulingkan demokrasi sekuler dan diterapkannya Hukum Islam dan Khilafah. Meskipun organisasi-organisasi seperti itu berhenti untuk tidak mempromosikan kekerasan, hubungan radikalisasi antara propaganda dan terorisme telah menjadi mapan.Seperti memperluas cakupan internet, begitu juga cakupan luas dari pesan-pesan ekstrim. Artikel tersebut juga menyatakan bahaya website Hizbut Tahrir Indonesia yang mampu bersaing dengan organisasi berita global : Hizbut Tahrir Indonesia mengelola sebuah website yang canggih yang mampu bersaing dengan organisasi berita global. Remaja adalah pengguna terbesar internet, dan situs-situs jaringan sosial interaktif menyediakan kelompok teroris peluang-peluang baru untuk merekrut dan meradikalisasi mereka. Tuduhan terhadap HT sebagai pengemban ideologi perantara atau pemberi inspirasi bagi tindakan terorisme juga sangat lemah. Tidak ada uraian yang jelas dan detail, pandangan ideologi mana dari HT yang melegalkan penggunaan kekerasan dalam perjuangannya menegakkan Khilafah dan syariah. Kalau dikatakan memberikan inspirasi, ini juga jelas sangat kabur. Kalau setiap yang memberikan inspirasi disebut teroris, mestinya AS-lah yang paling layak disebut teroris karena sangat banyak aksi kekerasan merupakan reaksi dari kebijakan AS yang menindas di Dunia Islam. Artinya, AS bisa dianggap telah memberikan inspirasi bagi tumbuhnya kelompok-kelompok yang melakukan perlawanan terhadap Amerika seperti yang terjadi di Irak saat ini. Bukankah perlakuan kejam tentara AS di Penjara Guantanamo dan pembunuhan oleh tentara AS terhadap rakyat sipil di Irak, Afganistan dan lainnya adalah di antara faktor yang menimbulkan perlawanan terhadap AS? Tidak hanya di luar negeri, upaya pengaitan HT dengan terorisme juga dilakukan di dalam negeri. Mantan Kepala BIN AM Hendropriyono dalam wawancara dengan TVOne (29/7/2009) berusaha mengaitkan terorisme dengan apa yang dia sebut sebagai wahabi radikal. Menurutnya, wahabi radikal merupakan lingkungan yang cocok (habitat) bagi terorisme. Hendropriyono lantas menyebut keterkaitan wahabi radikal dengan Hizbut Tahrir dan Ikhwanul Muslimin. Semua tudingan itu tentu tidak benar. Hizbut Tahrir, dengan tetap menegaskan tentang kewajiban jihad untuk mengusir penjajah Barat dari negeri-negeri Muslim seperti Irak dan Afganistan serta Palestina, dan keutamaan mati syahid, telah menyatakan bahwa garis perjuangannya tidaklah dengan menggunakan kekerasaan/angkat senjata (non violence). Hal ini bisa dilihat secara terbuka dalam buku-buku rujukan HT seperti kitab Ta’rîf (Mengenal HT) atau Manhaj Hizb at-Tahrîr fî Taghyîr (Strategi Hizbut Tahrir untuk Perubahan). Hizbut Tahrir dalam hal ini berkeyakinan, bahwa jalan menuju cita-cita harus dimulai dari perubahan pemikiran, serta menyakini bahwa masyarakat tidak dapat dipaksa untuk berubah dengan kekerasan dan teror. Karena itu, garis perjuangan Hizbut Tahrir sejak berdiri hingga seterusnya adalah tetap, yaitu bersifat fikriyah (pemikiran), siyâsiyah (politik) dan wa la ‘unfiyyah (non-kekerasan). Prinsip ini dibuktikan di sepanjang aktivitasnya lebih dari 50 tahun sejak berdiri, HT tidak pernah sekalipun tercacat menggunakan kekerasan meskipun banyak penguasa yang bersikap represif terhadapnya. Dalam wawancara dengan Al-Jazeera, 17 Mei 2005, Craig Murray, mantan Duta Besar Inggris untuk Uzbekistan, mengatakan, “Hizbut Tahrir merupakan organisasi yang betul-betul tanpa kekerasan.” Soal penolakan HT terhadap kekerasan juga diakui oleh Jean-Francois Mayer, seorang penulis asal Switzerland dan sekaligus pengamat aliran-aliran agama modern, dalam makalah berjudul, “Akankah Hizbut Tahrir Menjadi al-Qaeda di Masa Mendatang?”, yang di publikasikan pada 08/09/2003 M, melalui kantor berita Roozbalt. Di situ ia menulis, “Dapat ditegaskan bahwa Hizbut Tahrir bukanlah gerakan perdamaian. Akan tetapi, pada fase ini Hizbut Tahrir tidak menggunakan kekerasan dalam berbagai aktivitasnya meskipun kritiknya dan seruannya sangat ekstrem. Sungguh amat mengherankan, banyak anggotanya yang benar-benar dapat mengontrol emosinya meskipun tekanan semakin bertambah.” Walhasil, upaya mengkaitkan Hizbut Tahrir dengan kekerasan merupakan upaya sia-sia yang penuh kebohongan dari Barat. Penyebabnya hanya satu , karena Hizbut Tahrir ingin menegakkan kembali syariah Islam dan Khilafah. Barat sangat mengerti Syariah dan Khilafah akan menghentikan penjajahan Barat di dunia Islam yang selama ini mereka eksploitasi. Syariah Islam juga akan menyelesaikan persoalan umat Islam di dunia bahkan manusia secara keseluruhan , yang akan membuat kapitalisme sebagai ideology busuk akan ditinggalkan manusia. Khilafah juga akan mempersatukan umat Islam diseluruh dunia dan membebaskan negeri-negeri Islam yang dijajah. Semua ini jelas sangat menakutkan bagi Barat sang Penjajah , tapi disisi lain akan membebaskan negeri Islam dari penjajahan Barat yang buas dan mengerikan (FW)

AKSI HTI Chapter Kampus Surabaya

Posted on 11.12 In:
Ahad, 6 Desember 2009, HTI Chapter Kampus Surabaya menggelar Aksi terkait Skandal Bank Century. Aksi ini diikuti +300 massa, dari kampus ITS, UNESA, IAIN, UNAIR, ITATS, dll. Aksi yang dilakukan di depan Gedung Grahadi ini diisi orasi oleh Ust. Arif Firmansyah (Dosen FE Unair), Ust. Fikri Arsyad (Ketua DPD Kota Surabaya), diselingi Teatrikal gabungan dari berbagai kampus, dan dilanjutkan orasi oleh Ahsan (Chapter IAIN) Dalam Orasinya Ust arif Firmansyah dosen FE Unair menyatakan : “Kasus Century ini bukan lagi kebijakan, tetapi adalah perampokan oleh negara. Hal ini adalah konsekuensi Washington Consensus yang mengharuskan negara melindungi kepentingan swasta walaupun harus dengan “merampok” uang rakyat. Kasus-kasus seperti ini akan muncul lagi selama Kapitalisme, Neo Liberalisme masih bercokol dan satu-satunya solusi adalah dengan mengganti sistem yang ada dengan syariah dalam bingkai negara Khilafah yang akan menerapkan ekonomi Islam yang mampu menjaga hak ummat dan menjamin kesejahteraannya”. Teartikal dengan tema “Cent to RI” hanya satu sen untuk rakyat Indonesia, menggambarkan betapa tidak amanah dan korupnya rezim, dimana untuk kepentingan rakyat banyak mereka lamban dan pelit untuk mengeluarkan dana yang sejatinya adalah hak umat, tetapi untuk kepentingan kapitalis mereka ramai dan bersegera membantu problem mereka, walaupun itu harus dilakukan dengan merampok dan melakukan kebohongan publik. Aksi akhiri dengan dengan pembacaan Pres Release oleh Ust. Alvin Ketua LTJ DPD HTI Kota Surabaya.

Teorisme Bukan Jihad

Posted on 10.31 In:
Terorisme Bukan Jihad Oleh Hanif Kristianto, S.Pd*) Peristiwa pengeboman di hotel JW Marriot dan Ritz Carlton (17 Juli 2009) membuat negeri ini bergejolak lagi. Masih teringat di benak masyarakat Indonesia bahwa aksi tersebut merupakan aksi terror. Tidak dapat dipungkiri tuduhan-tuduhan miring terkait aksi terror dialamatkan pada Jamaah Islamiyah (JI). Tuduhan tersebut tidak hanya berimbas pada JI, namun juga bagi kaum muslim seluruhnya. Bisa dibayangkan pesantren, santri, dan gerakan Islam mulai diawasi oleh pihak keamanan. Hal ini tentu menunjukkan seolah-oleh mereka (pesantren, santri, dan gerakan Islam) adalah teroris. Padahal mereka tidak pernah mengajarkan teror dan kekerasan. Tudingan jika mereka gerakan teroris merupakan salah alamat. Siapa Teroris Sejati? Nampaknya, perlu dikaji ulang siapa yang layak disebut teroris. Jika dilihat peristiwa pembunuhan massal kaum muslim oleh pasukan Amerika di Irak, Afganistan, dan negeri lainnya merupakan tindakan terorisme. Pembunuhan dan pembantaian kaum muslim di Palestina juga tindakan terorisme. Yang menjadi pertanyaan, kenapa mereka (Amerika, Israel, dan sekutunya) tidak disebut terorisme. Ini sungguh tidak adil. Bahkan masyarakat dunia pun seolah diam ketika melihat pembunuhan kaum muslimin. Semenjak peristiwa keruntuhan WTC 9 September 2001, Amerika mulai menggunakan stilah war on terorism (WOT) untuk memerangi teroris. Bukti nyata dapat dilihat pada penyerangan Taliban di Afganistan, pemberantasan gerakan Islam di Pakistan dan Kashmir. Hal ini tentu menunjukkan seolah-olah Amerika polisi dunia yang sanggup memerangi terorisme. Isu WOT nampaknya didukung oleh negara-negara lain. Negara yang mendukung merupakan negara yang dilanda konflik terkait dengan tindakan pengeboman. Indonesia merupakan salah satu negara yang turut andil dalam WOT. Wujud dukungan Indonesia adalah dibuatkan UU Antiteror. Intelejen indonesia disebar di berbagai tempat untuk memantau kegiatan kaum muslim. Bahkan yang lebih mencenganggkan, intelejen asing dengan mudah masuk wilayah Indonesia. Umat Islam seharusnya sadar dan paham bahwa sesungguhnya isu WOT digunakan oleh Amerika dan sekutunya untuk memerangi umat Islam. Tidak ada tujuan lain, selain ingin memerangi Islam. Mendefinisikan Jihad Ada semacam rencana untuk mendistorsi makna jihad setelah peristiwa pengeboman. Jika yang terjadi demikian, hal ini merupakan penyesatan informasi. Secara bahasa, jihad berasal dari kata juhd (jerih payah), yang bermakna thâqah (kemampuan) dan matsaqah (kesukaran). Dari kata juhd juga dibentuk kata mujâhadah. Karena itu, secara bahasa jihâd/mujâhadah bermakna: 1. Mengerahkan kemampuan dan tenaga yang ada, baik dengan perkataan maupun perbuatan (Fayruz Abadi, Kamus Al-Muhîth, kata ja-ha-da.) 2. Mengerahkan seluruh kemampuan untuk memperoleh tujuan (An-Naysaburi, Tafsîr an-Naysâbûrî, XI/126). Di dalam al-Quran jihad dalam makna bahasa ini terdapat, antara lain, dalam (QS al-Ankabut [29]: 69), (QS al-Furqan [25]: 52), (QS al-Furqan [25]: 52) Makna bahasa yang terdapat di dalamnya adalah mujâhadah (perang) terhadap hawa nafsu, setan, dan kefasikan; keberanian menegur keras para penguasa dengan cara menyerunya dan melarangnya; serta kesungguhan dalam mengerahkan segenap kemampuan dalam menunaikan kewajiban-kewajiban atau dalam menjaga taklif-taklif (beban) syariah. Adapun dalam pengertian syar‘î (syariat), para ulama dan ahli fikih (fuqaha) mendefinisikan jihad sebagai: 1. Upaya mengerahkan segenap kemampuan dalam berperang di jalan Allah secara langsung, atau membantunya dengan harta, dengan (memberikan) pendapat/pandangan, dengan banyaknya orang maupun harta benda, ataupun yang semisalnya. 2. Upaya mengerahkan segenap jerih payah dalam memerangi kaum kafir. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara syar‘i, jihad dimaknai dengan al-qitâl (perang), yakni perang dalam rangka meninggikan kalimat Allah. Bahkan itulah yang disebut dengan jihad yang sebenarnya. Di dalam al-Quran, jihad dalam pengertian perang ini terdiri dari 24 kata. (Lihat Muhammad Husain Haikal, Al-Jihâd wa al-Qitâl. I/12). Kewajiban jihad (perang) ini telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam al-Quran di dalam banyak ayatnya. (Lihat, misalnya: QS an-Nisa' 4]: 95); QS at-Taubah [9]: 41; 86, 87, 88; QS ash-Shaf [61]: 4). Bahkan jihad (perang) di jalan Allah merupakan amalan utama dan agung yang pelakunya akan meraih surga dan kenikmatan yang abadi di akhirat. (Lihat, misalnya: QS an-Nisa’ [4]: 95; QS an-Nisa’ [4]: 95; QS at-Taubah [9]: 111; QS al-Anfal [8]: 74; QS al-Maidah [5]: 35; QS al-Hujurat [49]: 15; QS as-Shaff [61]: 11-12. Sebaliknya, Allah telah mencela dan mengancam orang-orang yang enggan berjihad (berperang) di jalan Allah (Lihat, misalnya: QS at-Taubah [9]: 38-39; QS al-Anfal [8]: 15-16; QS at-Taubah [9]: 24). Jihad Defensif dan Jihad Ofensif Dengan menganalisis nash-nash al-Quran maupun as-Sunnah, jihad dalam pengertian perang (al-qitâl) terdiri dari dua macam: (1) Jihad defensif (difâ‘i); (2) Jihad ofensif (hujûmi). Pertama: jihad defensif, yakni perang untuk mempertahankan/membela diri. Jihad ini dilakukan manakala kaum Muslim atau negeri mereka diserang oleh orang-orang atau negara kafir. Contohnya adalah dalam kasus Afganistan dan Irak yang diserang dan diduduki AS sampai sekarang, juga dalam kasus Palestina yang dijajah Israel. Dalam kondisi seperti ini, Allah SWT telah mewajibkan kaum Muslim untuk membalas tindakan penyerang dan mengusirnya dari tanah kaum Muslim. (Lihat, antara lain: QS al-Baqarah 190). Jihad defensif ini juga dilakukan manakala ada sekelompok komunitas Muslim yang diperangi oleh orang-orang atau negara kafir. Kaum Muslim wajib menolong mereka. Sebab, kaum Muslim itu bersaudara, laksana satu tubuh. Karena itu, serangan atas sebagian kaum Muslim pada hakikatnya merupakan serangan terhadap seluruh kaum Muslim di seluruh dunia. Karena itu pula, upaya membela kaum Muslim di Afganistan, Irak, atau Palestina, misalnya, merupakan kewajiban kaum Muslim di seluruh dunia. (Lihat, antara lain: QS al-Anfal [8]: 72). Kedua: Jihad ofensif, yakni memulai perang. Jihad ini dilakukan manakala dakwah Islam yang dilakukan oleh Islam dihadang oleh penguasa kafir dengan kekuatan fisik mereka. Dakwah adalah seruan pemikiran, non-fisik. Manakala dihalangi secara fisik, wajib kaum Muslim berjihad untuk melindungi dakwah dan menghilangkan halangan-halangan fisik yang ada di hadapannya. Inilah pula yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para Sahabat setelah mereka berhasil mendirikan Daulah Islam di Madinah. Mereka tidak pernah berhenti berjihad (berperang) dalam rangka menghilangkan halangan-halangan fisik demi tersebarluaskannya dakwah Islam dan demi tegaknya kalimat-kalimat Allah. Dengan jihad ofensif itulah Islam tersebar ke seluruh dunia dan wilayah kekuasaan Islam pun semakin meluas, menguasai berbagai belahan dunia. Ini adalah fakta sejarah yang tidak bisa dibantah. Bahkan jihad (perang) merupakan metode Islam dalam penyebaran dakwah Islam oleh negara Terorisme Bukan Jihad Dari penjelasan mengenai adab berjihad di atas, jelas sekali bahwa tindakan terorisme (seperti melakukan berbagai peledakan bom ataupun bom bunuh diri bukan dalam wilayah perang, seperti di Indonesia) bukanlah termasuk jihad fi sabilillah. Alasannya: (1) Tindakan tersebut dilakukan bukan dalam wilayah perang; (2) Tindakan tersebut nyata-nyata telah mengorbankan banyak orang yang seharusnya tidak boleh dibunuh. Tindakan ini haram dan termasuk dosa besar (QS al-Isra' [17]: 33; QS. an-Nisa’ [4]: 93; QS an-Nisa' [4]: 29). Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. *) Staf Pengajar Bahasa Jepang SMA Muhammadiyah 4 Surabaya

Posted on 10.37
Anda Sedang Sakit yang parah. Belum menemukan obatnya. Kini saatnya beralih melalui pnegobatan Alami dengan Propolis Diamond. Obat ini bersal dari air liur lebah. Selain untuk obat juga dapat dikonsumsi sebagai suplemen. Insya Allah bermanfaat. Harga per botol 125.000. Ingat!! Kesehatan Anda lebih berharga dari segalanya. Pemesanan hubungi Hanif Kristianto Jl.Lidah Wetan gg.X/ Lakarsantri Surabaya telepon 085232584742

SKI Kabuki Bhs Jepang Unesa

Posted on 20.42 In:
Perang Badar Kehidupan Rasulullah merupakan cerminan kehidupan yang sempurna. Akhlak yang mulia, kepala Negara yang bijaksana, dan nabi penuntun umat yang mulia. Masa-masa dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah tidak terlepas dari kehidupan susah dan senang. Begitulah dakwah Rasulullah yang menjadi teladan kita dalam berdakwah. Kehidupan Rasulullah adalah kehidupan dakwah. Sejarah mencatat Islam dengan tinta emas. Keluhuran Rasulullah dan juga kekuatan pasukan perangnya. Pasukan perang yang dipimpin Rasulullah mampu menggetarkan musuh-musuh Allah. Selama kehidupan Rasulullah terjadi beberapa peperangan. Rasullullah terlibat dalam 70 kali peperangan. Salah satunya Perang Badar. Penyebab Peristiwa Badar ini adalah sebagai berikut: Rasulullah saw. mendengar bahwa Abu Sufyan bin Harb kembali dari Syam bersama kafilah dagang Quraisy yang mengangkut hasil perniagaan yang sangat banyak milik orang-orang Quraisy. Kafilah dagang Abu Sufyan terdiri dari 30 atau 40 orang Quraisy. Sama dengan strategi yang dijalankan dalam ekspedisi militer sebelumnya, saat ini pun Rasul saw. bermaksud untuk mencegat kafilah dagang Quraisy itu. Beliau mengajak kaum Muslim keluar. Kaum Muslim menyambut ajakan Rasulullah saw. Rasulullah saw. keluar dari Madinah bersama sahabat-sahabatnya setelah bulan Ramadhan berjalan beberapa malam. Beliau keluar dari Madinah pada hari Senin, tanggal 8 Ramadhan. Pelajaran 1:kesedian para sahabat berkorban Di dalam perjalanannya, Rasulullah saw. memperoleh informasi mengenai keberangkatan orang-orang Quraisy untuk melindungi unta-unta dan harta perniagaan mereka. Itu dilakukan setelah Abu Sufyan mengirimkan kurir untuk mengabarkan keadaannya kepada penduduk Makkah. Rasulullah saw. meminta pendapat dari para sahabatnya. Abu Bakar berdiri dan berkata (menyampaikan pendapatnya) dengan baik. Umar bin Khaththab juga berdiri dan berkata (menyampaikan pendapatnya) dengan baik. Miqdad bin Amr berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, teruslah berjalan seperti yang diperlihatkan Allah kepadamu, karena sesungguhnya kami turut serta bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepadamu sebagaimana yang dikatakan Bani Israel kepada Musa, 'Pergilah engkau dan Tuhanmu, berperanglah, sesungguhnya kami duduk-duduk (saja) di sini (QS al-Maidah [5]: 24). Namun, (kami akan berkata), 'Pergilah engkau dan Tuhanmu berperang. Sesungguhnya kami turut serta berperang bersamamu dan bersama Allah.'" Umair bin Abi Waqash, adik Sa‘ad bin Abi Waqash, saat Perang Badar, ia—yang baru berusia 16 tahun—berusaha menyelinap diam-diam ke barisan pasukan kaum Muslim untuk ikut berperang. Ia takut dipulangkan oleh Rasul karena usianya yang masih terlalu muda. Namun, ketika Rasul tahu keinginan dan semangatnya, beliau pun mengizinkannya. Umair pun dengan gembira segera berlari menuju medan perang hingga terbunuh sebagai syahid. (HR al-Hakim dan Ibn Sa‘ad). Pelajaran 2: Strategis Rasulullah saw. dan pasukannya terlebih dulu sampai di Badar(tempat antara Makkah dan Madinah), dan memanfaatkannya dengan membangun markas, mengatur strategi perang—jika perang terjadi di tempat itu, dan mengatur posisi pasukannya hingga pasukan musuh datang Pelajaran 3:Yakin pada janji dan pertolongan Allah Rentetan permintaan tersebut, Quraisy telah keluar dengan bilangan kira-kira 1000 orang tentera. Antaranya 600 orang tentera berbaju perisai, 100 ekor kuda yang dipakaikan 100 baju perisai. Ini tidak termasuk baju perisai tentera pejalan kaki dan 700 ekor unta. Mereka turut membawa penyanyi-penyanyi perempuan yang memukul gendang dan menyanyi mengutuk orang Islam. Adapun kaum muslim 313 atau 314 orang. Kebanyakan mereka golongan Ansor. Mereka membawa 70 ekor unta dan dua atau tiga ekor kuda saja. Mereka bergiliran menaiki unta. Satu kendaraan dinaiki oelh dua hingga tiga orang. Sehingga tidak dapat dibedakan antara tentara dan pemimpinnya. Bahkan Rasulullah bergantian dengan Abu Bakar, Umar dan sahabat Lainnya. Perang Badar akhirnya pecah pada hari Jumat, pagi hari tanggal 17 Ramadhan. Rasulullah saw. memohon kepada Allah Swt., meminta pertolongan yang dijanjikan kepadanya. Dalam doanya Rasulullah saw. berkata, "Ya Allah, apabila Engkau membinasakan kelompok ini (yakni para sahabat) pada hari ini, maka Engkau tidak akan disembah." Dan sesungguhnya Allah telah menolong kamu mencapai kemenangan dalam peperangan Badar, sedang kamu berkeadaan lemah (kerana kamu sedikit bilangannya dan kekurangan alat perang). Oleh itu bertaqwalah kamu kepada Allah, supaya kamu bersyukur (akan kemenangan itu). (Ingatlah wahai Muhammad) ketika engkau berkata kepada orang-orang yang beriman (untuk menguatkan semangat mereka): "Tidakkah cukup bagi kamu, bahawa Allah membantu kamu dengan 3,000 tentera dari malaikat yang diturunkan ?," Bahkan (mencukupi. Dalam pada itu) jika kamu bersabar dan bertaqwa, dan mereka (musuh) datang menyerang kamu dengan serta-merta, nescaya Allah membantu kamu dengan 5,000 malaikat yang bertanda masing-masing. Dan Allah tidak menjadikan bantuan tentera malaikat itu melainkan kerana memberi khabar gembira kepada kamu, dan supaya kamu tenteram dengan bantuan itu. Dan (ingatlah bahawa) pertolongan yang membawa kemenangan itu hanya dari Allah Yang Maha kuasa, lagi Maha Bijaksana. (Kemenangan Badar itu) kerana Allah hendak membinasakan satu golongan dari orang-orang kafir atau menghina mereka (dengan kekalahan), supaya mereka kembali dengan hampa kecewa. (All Imran: 123-127) Pelajaran 4: Islam pasti menang Kaum muslimin semakin mengganas dan mengobarkan perang dengan gemuruh. Udara memanas dan peperangan menjadi lebih dahsyat. Keadaan tersebut menjadikan pemuka kafir Quraisy harus mempertahankan dirinya sendiri. Sementara kaum muslim bertambah imannya dengan meneriakan ahad….ahad. Rasul selalu berada di tengah-tengah mereka dan mengambil segenggam pasir lalu melemparkan kea rah kafir Quraisy seraya mengucaokan “Terhinalah wajah-wajahnya!” sementara para sahabat mengucapkan “bertahanlah kalian!” semangat tersebut mengalahkan kafir Quraisy, meraka lari tunggang langgang, sebagian terbunuh dan tertawan. Hal tersebu menjadikan bahwa kaum muslim berada dalam kemenangan. Pelajaran 5:Sikap agung terhadap tawanan perang Rasul berwasiat agar berbuat baik pada tawanan. Cerita Abu Aziz bin Umair bahwa Aku ditawan di tengah keluarga Anshar sekembalinya dari Badar, jika tiba waktu makan siang ataupun makan malam mereka selalu memberikan aku sepotong roti sedang mereka terpaksa makan kurma karena mereka dipesan nabi untuk berlaku baik terhadap kami kaum tawanan. Setiap mereka mempunyai sepotong roti mereka selalu memberikan kepadaku sehingga aku merasa malu atas perlakuan mereka dan roti itu pun aku kembalikan pada mereka. Dan roti itu pun tetap dikembalikan kepadaku untuk kumakan. Khatimah Beberapa pelajaran tersebut menunjukkan bahwa perjuangan dalam menegakan Islam tidaklah mudah. Butuh usaha keras dengan kerja ikhlas, kerja cerdas, dan kerja strategis. Rasulullah tidak hanya sebagai nabi tapi juga sebagai kepala Negara ketika itu memberikan contoh kepada umatnya untuk berbuat sesuatu. Sudah selayaknya siapa saja yang mengaku sebagai pengikut Rasulullah maka harus mengikuti apa yang diperintahkan dan dijalankan. Kekuatan iman yang dimiliki kaum muslimin merupakan pendorong untuk senantiasa taat pada aturan Allah. Keimanan menunjukan bahwa ia mau diatur dengan hukum-hukum Allah (Syariat Islam). Selain itu, adanya idrak silla billah (kesadaran hubungan dengan Allah) akan semakin mengokohkan langkah kita dalam beramal dan menjemput janji Allah. Kekuatan keimanan telah dibuktikan oleh para sahabat dan kita pun dapat mewujudkannya sekarang. Usaha yang ditempuh yakni dengan dakwah Islam. Jangan ragu bila jumlah kalian masih sedikit. Jika kita yakin dan didorong oleh keimanan kita, insya Allah pertolongan Allah begitu dekat. Sehingga kita menjadi orang yang mulia ketika hidup di bawah naungan Islam. Hidup mulia atau syahid di jalan-Nya. wallahu ‘alam bisshawab Akhukum fillah_ Hanif

Posted on 11.24 In:
Musholla Mungil Sepetak kotak tergambar jelas Di bola matamu yang hitam Terhampar sajadah hijau lusuh di kaki para pendatang Tak ada yang istimewa apalagi berharga Inilah para sufi berkumpul meninggalkan jeratan dunia Belenggu yang melilit mata, telinga Hidung, dan hati Tak mampu tercongkel oleh tangan besi Sudah cukup semuanya Musholla mungil masih menghiasi Otak-otak para sufi Pecinta kehidupan ilahi Bersujud panjang di hadapan Rabbul ’alam Surabaya, 11 Juni 2006

Perjuangan Sia-sia

Posted on 15.38 In:
Pemilu tahun ini banyak menghobohkan. Salah satunya ada seorang Caleg Perempuan Muslim yang mencalonkan diri dengan partai Kristen. Partai tersebut Partai Damai Sejahtera (PDS). Wanita berjilbab yang nekat ini bernama Asrianty Puwantini. Dia mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI dan maju di Dapil V Jatim. Ada istilah yang sering digunakan untuk mendukung aktifitasnya - Don't judge book by its cover-(jangan menuduh buku dari sampulnya). Artinya tidak usah dilihat orangnya tapi dilihat perjuangannya. Jika demikian maka kacau berpikir seseorang. "Hujatan mah sudah sering saya dapatkan. Malah saya disuruh istighfar, katanya dosa-dosa orang yang memilih ibu akan ibu tanggung," kata Asrianty saat berbincang dengan detikcom, Selasa (24/3/2009). Namun demikian, berbagai hujatan yang Asrianty dapat justru tidak melemahkan anggota dewan penasihat PDS ini. Wanita yang mengaku pernah belajar semua ajaran agama ini sepertinya sudah sangat yakin dengan langkah yang ia ambil. "Salib itu kan perlambang hablumminallah dan hablumminannas seperti di Islam. Dan salib itu juga lambang berserah diri, yang juga menjadi salah satu hakikat ajaran Islam," jelasnya. Oleh karena itu, ia pun hanya menanggapi dingin berbagai kritikan masyarakat terhadap media publikasi dirinya yang menyandingkan jilbab dengan salib. Wanita kelahiran Jakarta 7 April 1961 ini juga membantah kalau kehadirannya di PDS karena alasan pragmatis agar partai ungu ini bisa meluaskan sayapnya menarik suara di luar umat Nasrani. "PDS lebih sesuai dengan visi dan misi saya tentang pluarisme agama," kata wanita yang mengaku mengurungkan niatnya maju dari Golkar ini. Sejak tahun 2008, jelas Asrianty, PDS sudah menjadi partai terbuka yang berlandaskan Pancasila. PDS juga memperjuangkan kerukunan, kebebasan beragama dan antidiskriminasi. Di jajaran anggota dewan pensihat pun, PDS menempatkan orang-orang dari latar belakang agama yang berbeda. "PDS tidak padang bulu membela yang terdiskriminasi, apapun agamanya," tandasnya. Khatimah Jika dipahami secara jeli, inilah akibat diterapkannya system demokrasi. System yang membolehkan semuanya. System yang membuat manusia lupa terhadap Tuhan dan agamanya. Terbukti perjuangan caleg yang ada tidak pernah memperjuangkan agamanya. Apakah ini yang disebut demokrasi yang agung. Sungguh hina.

Pemimpin Harapan Umat

Posted on 10.41 In:
Oleh Hanif Kristianto (Aktivis Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan Universitas Negeri Surabaya) Usai sudah rakyat disibukan dengan pemilihan legislatif. Selanjutnya rakyat akan dihadapkan pada pemilihan presiden (pilpres). Para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pun sudah jauh-jauh hari mengkapanyekan diri. Jika dilihat jargon-jargon yang dikampayekan oleh capres dan cawapres tidak berbeda dengan pemilihan sebelumnya. Bahkan jargon-jargon tersebut terkadang tidak dilaksanakan dalam kepemimpinannya. Hal yang lumrah, jika seseorang ingin menjadi pemimpin. Karena hal itu merupakan wujud dari gharizatul baqa’. Yang perlu dipahami bahwa untuk menjadi pemimpin tidaklah mudah. Apalagi memilih pemimpin. Jika rakyat salah memilih pemimpin maka akan berakibat fatal. Sebagaiman sabda Rasulullah Saw “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya, di masa itu para pendusta dibenarkan omongannya sedangkan orang-orang jujur didustakan, di masa itu para pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang terpercaya justru tidak dipercaya, dan pada masa itu muncul Ruwaibidlah, ditanyakan kepada beliau Saw apa itu Ruwaibidlah? Rasul menjawab: Seorang yang bodoh (yang dipercaya berbicara) tentang masalah rakyat/publik.” [HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah]. Agar tidak terjadi kondisi yang fatal sebagaimana peringatan Nabi Saw, maka perlu dibentuk opini umum di tengah masyarakat. Tujuannya masyarakat paham karakteristik pemimpin yang nantinya dapat dijadikan harapan. Ada beberapa karaktersistik yang harus dimiliki pemimpin. Pertama, berkepribadian kuat. Rasulullah Saw menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus kuat tidak, lemah. Dalam artian baik secara pola pikir dan pola sikap. Kedua, bertakwa. Pemimpin menyadari bahwa Allah Swt senantiasa melihat aktifitasnya, sehingga dia tidak zalim kepada rakyatnya. Ketiga, belas kasihan. Hal itu diwujudkan dengan sikap lembut dan kebijaksanaannya yang tidak menyulitkan rakyatnya. Keempat, jujur dan penuh perhatian kepada rakyatnya. Sehingga kebutuhan fisik dan ideologis terpenuhi, serta mengantarkan rakyatnya menggapai ridho Allah Swt. Kelima, istiqomah memerintah dengan syariah. Pemimpin yang jujur dan amanah akan memerintah berdasarkan quran dan sunnah. Karena hanya dengan aturan Allah dan Rasul-Nya kehidupan akan teratur. Jika kesemua karakteristik itu terpenuhi oleh pemimpin yang ada, maka tidak mustahil suatu bangsa akan menjadi bangsa yang besar dan kuat. Hal tersebut pernah terbukti dan dilakukan oleh Rasulullah dan para Khalifah selanjutnya.

LKTM Jatim

Posted on 10.24 In:
Edukasi Politik Bagi Rakyat Untuk Keberlangsungan Pilkada (Studi Pada Fenomena Golput Pilkada Jatim 2008) Indonesia pada tahun 2007 adalah sebuah negara yang stabil dengan suatu sistem pemerintahan yang demokratis dan terdesentralisasi. Berdasarkan pada pemilihan umum pertama yang jujur dan adil pada tahun 1999, Indonesia sejak saat itu telah secara jelas melakukan konsolidasi demokrasinya, melalui serangkaian pemilihan umum nasional yang berurutan pada tahun 2004 dan ratusan pemilihan di tingkat daerah sejak tahun 2005. Pada tahun 2007, Freedom House menyebut Indonesia sebagai satu-satunya negara bebas dan demokratis di Asia Tenggara (www.asiafoundation.org). Keberhasilan pemerintah dalam menjalankan pemilu diterapkan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung. Pemilihan dilakukan di tingkat kabupaten dan propinsi. Menurut Yusanto (2005), latar belakang diadakan Pilkada secara langsung adalah akibat dari adanya pengalaman buruk pada masa lalu, yaitu ketika hak memilih kepala daerah ada pada anggota DPRD. Anggota DPRD dinilai gagal mengemban amanah itu. Kewenangan memilih kepala daerah dimanfaatkan untuk kepentingan diri dan partainya. Bahkan hak suara bisa dibeli oleh para calon kepala daerah. Akibatnya, kepala daerah yang mampu membeli suara itulah yang menang. Pilkada secara langsung dinilai lebih mencerminkan kedaulatan rakyat, karena rakyat sendirilah yang secara langsung memilih pemimpin daerahnya. Ada fenomena menarik dalam pencapaian keberhasilan Pilkada. Berdasar pada catatan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dari 26 Pilkada tingkat provinsi yang berlangsung sejak 2005 hingga 2008 ada 13 pemilu gubernur dimenangi golongan putih (golput). Hal ini menunjukan jumlah dukungan suara bagi gubernur pemenang Pilkada kalah daripada jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya (al-Wa’ie No.97 September 2008). Pelaksanaan Pilkada di Jawa Timur (Jatim) tidak berbeda dengan Pilkada di daerah lain. Pilkada Jatim dalam memilih gubernur dan wakil gubernur tidak luput dari golput. Ketidakpercayaan masyarakat Jawa Timur terhadap pesta demokrasi Pilkada menunjukan angka yang cukup fantastis. Jumlah golput pada Pilihan gubernur (Pilgub) pada 23 Juli 2008 adalah 38,37% suara atau 11.152.406 juta penduduk tidak menggunakan hak pilihnya. Jumlah suara sah menurut catatan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jatim adalah 17.014.266, sedangkan suara tidak sah ada 895.045 suara. Total pemilih Pilgub Jatim sebanyak 29.061.718 penduduk. Jika melihat rendahnya tingkat partisipasi masyarakat akan membuat legitimasi gubernur dan wakil gubernur terpilih sangat rendah di mata masyarakatnya sendiri. Hal ini juga bisa mempengaruhi dalam proses pemilu pada 2009 (al-Wa’ie No.97 Setember 2008). Dari data tersebut ada sedikit perbedaan dengan data yang dikeluarkan oleh Republika dengan Quick Count dan Kompas. Perbedaan tersebut terjadi pada selisih hasil. Gambar 1 (Sumber Republika 24 Juli 2008) Gambar 2(sumber Kompas 24 Juli 2008) Keadaan tersebut menunjukan bahwa proses pendidikan politik di negeri ini belum dilaksanakan. Upaya pencerdasan rakyat melalui politik tidak pernah terlihat dari partai manapun. Partai hanya peduli pada rakyat menjelang Pilkada digelar. Sebelum proses Pilkada partai tidak banyak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan rakyat. Atas dasar itulah dibutuhkan pendidikan politik berbasis masyarakat dalam peningkatan taraf berfikir. Adapun yang mempunyai kewenangan dan kemampuan dalam memberikan pendidikan politik adalah parta politik. Hal tersebut didasarkan karena partai politik mempunyai peranan dalam kesuksesan Pilkada. Jika taraf berpikir masyarakat dalam politik baik maka proses pemilihan pemimpin akan berhasil dengan baik. Demokratisasi di daerah Kemunculan demokrasi di daerah adalah akibat dari otonomi daerah. Daerah diberikan kebebasan dalam mengatur segala urusan. Peran pemerintah pusat tidak begitu dominan. Senada dengan hal tersebut Smith (1998:85-86) berpendapat bahwa munculnya perhatian terhadap transisi demokrasi di daerah berangkat dari suatu keyakinan bahwa adanya demokrasi di daerah merupakan prasyarat bagi munculnya demokrasi di tingkat nasional. Pendapat seperti ini adalah asumsi jika di daerah terjadi perbaikan maka secara otomatis akan ada perbaikan kualitas di tingkat nasional. Smith memperkuat pendapatnya setelah melakukan studi di sejumlah negara. Ada empat alasan yang diberikan: 1. Demokrasi di pemerintah daerah merupakan ajang pendidikan politik yang relevan bagi warga negara di dalam suatu masyarakat demokratis. 2. Pemerintah daerah dipandang sebagai pengontrol pemerintah pusat yang berlebihan dan cenderung anti-demokratis di dalam suatu pemerintahan yang terpusat. 3. Demokrasi di daerah dianggap mampu menyuguhkan kualitas partisipasi yang lebih baik dibandingkan jika tejadi di tingkat nasional. Partisipasi politik di daerah memungkinkan deliberative democracy, yaitu adanya komunikasi langsung di dalam berdemokrasi 4. Kasus di Kolumbia menunjukkan bahwa legimitasi pemerintah pusat akan mengalami penguatan ketika pemerintah pusat melakukan reformasi di tingkat lokal. Kemunculan gagasan Pilkada merupakan proses lanjut dari keinginan kuat untuk memperbaiki kulaitas demokrasi di daerah. Hal tersebut selaras dengan pendapat Robert A. Dahl (dalam Marijan: 2007) demokrasi ada tidak hanya untuk mencegah kemunculan tirani, namun juga untuk memenuhi beberapa tujuan diantaranya adalah terwujudnya hak esensial individu, terdapat kesamaan politik, kemunculan moral otonomi, terdapatnya kesempatan untuk menentukan posisi diri individu, dan kesejahteran. Pendapat tersebut berbeda dengan yang dikemukakan oleh Aristoteles seorang pemikir politik Empiris-Realis yang juga murid Plato di zaman Yunani klasik. Menurut Aristoteles (1959) bila negara dipegang oleh banyak orang (lewat perwakilan) dan bertujuan hanya demi kepentingan mereka, maka bentuk negara itu adalah demokrasi. Demokrasi seakan memiliki konotasi negatif yakni sebagai bentuk negara yang buruk (nation bad). Negara demokrasi memiliki sistem pemerintahan oleh orang banyak, satu sama lain memiliki perbedaan (atau pertentangan) kepentingan, perbedaan latar belakang sosial ekonomi, dan perbedaan tingkat pendidikan. Pemerintahan yang dilakukan oleh sekelompok minoritas di dewan perwakilan yang mewakili kelompok mayoritas penduduk itu akan mudah berubah menjadi pemerintahan anarkhis, menjadi ajang pertempuran konflik kepentingan berbagai kelompok sosial dan pertarungan elit kekuasaan. Perbedaan-perbedaan tersebut menjadi kendala bagi terwujudnya pemerintahan yang baik. Konsensus sulit dicapai dan konflik mudah terjadi. Pilkada yang diharapkan mampu melahirkan pemimpin yang terpercaya tidak terwujud. Pandangan masyarakat terhadap pelaksanaan Pilkada menambah deret permasalahan dalam bentuk pemilihan pemimpin. Rakyat menilai bahwa suara mayoritas yang digunakan dalam pemilihan tidak mengakomodasi kepentingan rakyat. Malahan suara mayoritas digunakan untuk menduduki jabatan yang digunakan segelintir orang. Analisis Golput Jika dianalisis secara psikologis ada beberapa hal yang mendukung tingginya tingkat golput pada masyarakat. (1) kejenuhan masyarakat terhadap aktifitas pemilihan pemimpin secara langsung. Ada anggapan pemiihan pemimpin secara langsung adalah monoton. Proses pemilihan dari tingkat pemerintah dasar yakni kepala desa sampai gubernur sama. Serta masyarakat hanya dijadikan ‘anak bawang’ yang belum tentu aspirasi suaranya didengar dan dijalankan oleh pemenang dalam pemilihan pemimpin secara langsung. (2) pembelajaran politik yang dilakukan oleh partai politik yang ada bersifat sesaat. Rakyat merasa dibutuhkan hanya menjelang pemilihan, akibatnya muncul sikap apatis dan ketidakpercayaan pada partai politik yang ada. (3) pemimpin yang terpilih cenderung abai terhadap janji-janji politik yang diucapkan sewaktu kampanye. Ketidakmampuan pemimpin terpilih dalam menjalankan janji-janjinya semakin menambah ketidakpercayaan masyarakat. Besarnya angka golput pada Pilkada Jatim 23 Juli 2008 membuktikan bahwa adanya massa mengambang. Dalam bahasa sosiologi politik massa mengambang menunjukkan sekelompok orang yang tidak menentukan pilihan kepada suatu partai atau calon tertentu dalam suatu pemilihan (Yulianto, Al-Wai’e No.97 Setember 2008). Lebih lanjut, minimnya partisipasi masyarakat dapat dibagi dalam beberapa hal yang dapat dicermati dari Pilkada Jatim 23 Juli 2008. 1. Angka golput yang tinggi menunjukkan bahwa masyarakat saat ini makin apatis terhadap pesta demokrasi untuk memilih pemimpin daerah. Dana trilyunan rupiah yang dikucurkan untuk Pilkada terbuang percuma. Pemimpin yang terpilih tidak mampu mewujudkan perbaikan tingkat kehidupan masyarakat. Justru yang mendapat perbaikan hanya terbatas pada pemimpin dan keluarganya serta partai-partai yang menjadi pendukungnya saat Pilkada. 2. Fenomena golput juga dapat menjadi peringatan bagi setiap parpol (partai politik), karena kondisi parpol saat ini mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat. Masyarakat sudah mulai memahami bahwa keberadaan parpol lebih identik dengan kuda tunggangan komersial. Bukan rahasia umum jika setiap orang yang berhasrat berkuasa lewat jalur Pilkada, mereka harus mengeluarkan ratusan juta bahkan milyaran rupiah untuk menyewa parpol. Kalau bukan dalam bentuk tunai bisa juga berupa komitmen pemberian sesuatu yang lain yang tidak kalah tinggi nilai ekonomisnya apabila mereka berhasil merebut tampuk kekuasaan. 3. Koalisi partai yang mendukung calon pemimpin dibangun atas dasar kepentingan bukan lagi garis perjuangan partai. Padahal di tengah-tengah masyarakat mereka sering menggembor-gemborkan garis perjuangan partai terutama saat kampanye. Parpol-parpol telah terjebak atau menjebakkan diri ke dalam pragmatisme yang bertumpu pada kepentingan sesaat. 4. Alasan unttuk golput memang beragam, ada yang hanya bersifat alasan teknis, misalnya saat pencoblosan sedang pergi bekerja sehingga tidak memberikan suaranya. Ada pula yang diakibatkan oleh alasan ideologis, misalnya para calon tidak ada yang secara eksplisit dan serius akan menyandarkan kebijakannya pada ideologi tertentu. Alasan teknis menunjukkan bahwa masyarakat menganggap Pilkada bukanlah hal yang penting bagi mereka. Andaikata hal itu dinilai penting apalagi bisa memberikan harapan untuk perbaikan, tentu masyarakat akan berduyun-duyun menuju tempat pemungutan suara. Adapun yang mempunyai alasan ideologis karena menganggap bahwa perubahan menuju perbaikan hanya mungkin dilakukan jika aturan yang benar dan sesuai dengan kebtuhan manusia dijadikan landasannya. Sehingga harapan menuju perbaikan kian hampa jika perbaikan yang terjadi hanya pada perubahan personil pemimpin tanpa disertai perubahan sistem. 5. Para pengambil kebijakan di negeri ini (eksekutif, legislatif, yudikatif, parpol) telah menjadikan politik dan ekonomi berjalan di atas rel rusak kapitalisme. Sistem ini telah menyuburkan praktek politik oportunistik yang hanya mengabdi pada kepentingan pribadi, kelompok, dan partainya. Sementara itu rakyat hanya menjadi alat legalitas untuk meraih kekuasaan melalui Pilkada. Sementara fakta buruk dalam ekonomi, sistem ini telah memberikan keleluasaan kepada para pemilik modal untuk menguasai berbagai sumber kekayaan pemerintah. Pada kondisi seperti ini terjadi kolusi antara penguasa dan pengusaha yang menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat. 6. Konsekuensi logis bagi masyarakat untuk mengakhiri kesengsaraan. Selama ini masyarakat yang hidup di tempat dengan sumber daya alam melimpah tidak dapat menikmati kekayaan sumber daya alam. Mereka menginginkan kekayaan sumber daya alam dapat dinikmati untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Tingginya angka golput sebagaimana menurut Marijan (2008) dikarenakan masyarakat jenuh. Selain itu partai tidak mencalonkan figur dari anggota partai sendiri sehingga kader dan simpatisan merasa enggan mendukung figur dari partai lain. Hal ini bisa dilihat dari dukungan kepada para calon gubernur dan wakil gubernur. Pasangan Kaji (Kofifah dan Mujiono) adalah pasangan yang mendapat dukungan dari PPP, Partai Patriot, dan beberapa partai kecil lainnya. Kofifah bukan merupakan kader dari PPP, sedangkan Mujiono adalah mantan Kasdam V Brawijaya. Hal yang sama bisa dilihat dari pasangan Karsa (Soekarwo dan Saifullah Yusuf). Pasangan ini didukung oleh PAN dan PKS. Kedua calon bukanlah kader dari PAN dan PKS. Tingginya golput juga disertai alasan teknis. Sebagaimana diungkapkan Fifajanti (2008) anggota Panitia Pengawas (Panwas) Pilgub Jatim 23 Juli 2008 di Mojokerto banyak warga yang sudah meningggal, pindah domisili, bahkan anak di bawah usia lima tahun (balita) masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT). Beberapa analisis tersebut mencerminkan kondisi politik di Jatim. Masyarakat mulai sadar bahwa perubahan keadaan di Jatim tidak hanya karena figur pemimpin tapi juga adanya perubahan sistem yang lebih baik. Kondisi golput dianggap sebagai hak bukan kewajiban. Sehingga masyarakat menggunakan haknya atau tidak diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Proses politik dalam Pilkada tidak boleh ada pemaksaan dan intervensi pada masyarakat. Jika kondisi masyarakat apatis terhadap politik dan perubahan menuju ke arah pemerintahan yang lebih baik kurang, maka perlu pendidikan politik (edukasi politik). Dalam memberikan pendidikan politik partai politik mempunyai peran yang penting. Peran Partai Politik Partai politik adalah perkumpulan segolongan orang-orang yang seasas, sehaluan, setujuan (terutama di bidang politik); perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi politik tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:649-650). Senada dengan hal tersebut partai politik didefinisikan sebagai suatu kelompok terorganisasi yang angota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai dan cita-cita sama (Budiharjo dalam Ardiyansyah, 2008:14). Tujuan partai politik adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untk melaksanakan kebijakan-kebijakan partai. Ada empat fungsi partai politik yaitu fungsi agregasi, edukasi, artikulasi, dan rekrutmen (Neumann dalam Ardiyansyah, 2008:14) Jika mengetahui kondisi masyarakat yang semakin apatis terhadap politik parpol seharusnya koreksi diri. Berbenah dari segi internal merupakan hal yang dapat dilakukan. Perbaikan internal bisa dimulai dari visi dan misi yang diperjuangkan. Kemudian melihat gerak di tengah-tengah masyarakat selama ini dan meningkatkan kemampuan kader partai. Agar parpol perjuangan terarah dengan baik hendaknya parpol berideologi atau disebut parpol ideologis. Selama ini parpol terlihat kabur ideologi yang diemban. Edukasi Politik Tugas utama partai politik adalah memberikan pendidikan politik. Pendidikan politik diberikan secara intensif dan tersusun. Artian umum pendidikan politik adalah cara bagaimana suatu bangsa mentransfer budaya politiknya dari generasi yang satu ke generasi kemudian (Panggabean, 1994). Adapun budaya politik adalah keseluruhan nilai, keyakinan empirik, dan lambang ekspresif yang menentukan terciptanya situasi di tempat kegiatan politik terselenggara. Pendidikan politik sebagai proses penyampaian budaya politik bangsa, mencakup cita-cita politik maupun norma-norma operasional dari sistem organisasi politik yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan politik perlu ditingkatkan sebagai kesadaran dalam berpolitik akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, sehingga masyarakat diharapkan ikut serta secara aktif dalam kehidupan kenegaraan dan pembangunan. Pendidikan politik mengupayakan penghayatan atau pemilikan terhadap nilai-nilai yang meningkat dan akan terwujud dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam hidup kemasyarakatan termasuk hidup kenegaraan serta berpartisipasi dalam usaha-usaha pembangunan sesuai dengan fungsi masing-masing. Dengan kata lain pendidikan politik menginginkan agar masyarakat berkembang menjadi warga negara yang baik, yang menghayati nilai-nilai dasar yang luhur dari bangsanya dan sadar akan hak-hak dan kewajibannya di dalam kerangka nilai-nilai tersebut. Pendidikan dalam sistem yang ada ditempatkan dalam posisi yang sangat sentral. Secara ideal pendidikan dimaksudkan untuk mendidik warga negara tentang kebajikan dan tanggung jawab sebagai anggota civil society. Pendidikan dalam artian tersebut merupakan suatu proses yang panjang sepanjang usia seseorang untuk mengembangkan diri. Proses tersebut bukan hanya yang dilakukan dalam lingkungan pendidikan formal seperti sekolah tetapi juga meliputi pendidikan dalam arti yang sangat luas melibatkan keluarga dan juga lingkungan sosial. Lembaga-lembaga pendidian harus mencerminkan proses untuk mendidik warga negara ke arah suatu masyarakat sipil yang kondusif bagi berlangsungnya demokrasi dan sebaliknya harus dihindarkan sejauh mungkin dari unsur-unsur yang memungkinkan tumbuhnya hambatan-hambatan demokrasi (Arfani dalam Suhartono dkk, 2008). Selain membicarakan masalah kesadaran berpolitik, maka perlu pemahaman pula apa yang dimaksud dengan pengertian budaya politik, menurut Budiardjo (1982:17) konsep budaya politik ini berdasarkan keyakinan, bahwa setiap politik itu didukung oleh suatu kumpulan kaedah, perasaan dan orientasi terahadap tingkah laku politik Beberapa unsur yang dilakukan parpol dalam mencerdaskan politik masyarakat. 1. Pembinaan Intensif Pembinaan intensif adalah merupakan kegiatan politik untuk mencetak kader-kader politik. Secara sistematis dan berkelanjutan kader-kader ini dibina oleh partai politik sehingga mereka menjadi orang yang siap dan mampu mewujudkan cita-cita partai politik. Mereka tidak hanya mampu dari segi ide, tapi juga mampu untuk berkorban demi perjuangan partai. Hal ini merupakan aktifitas yang sangat penting dan mendasar dalam politik. Sebab, perubahan akan terjadi di tengah masyarakat jika kader yang dibina melakukan perbuatan nyata dalam aktifitas politik. Aktifitas kader adalah melakukan perubahan di masyarakat sebagaiman yang diinginkan partai. Oleh karena itu melalaikan amal politik ini akan menyebabkan kegagalan partai untuk meraih tujuannya. Upaya untuk menciptkan kader politik tidak boleh berhenti. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan merekrut masyarakat di sekitarnya. Kemudian dibina menjadi kader politik. Pembinaan dilakukan secara intensif, serius, dan terarah. Harapan dari adanya pembinaan adalah masyarakat siap berjuang bersama-sama partai dalam menciptakan kondisi yang ideal dalam kehidupan. Sehingga masyarakat mempunyai karakter masyarakat yang ideologis dan matang secara politik. Aktifitas pembinaan intensif dapat dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi di suatu tempat. Aktifitas ini dikolalah dengan baik dan pemberian materi politik secara sistematis. 2. Pembinaan Umum Pembinaan umum ini dilakukan untuk membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya politik dalam kehidupan. Masyarakat hendaknya diberikan pemahaman bahwa politik bukan alat untuk mencari kekuasaan. Politik adalah salah satu cara dalam mengurusi urusan rakyat. Pembinaan dilakukan dengan memahamkan ideologi partai yang benar serta menjadikan ideologi partai untuk diemban. Hal yang terpenting dalam pembinaan umum adalah masyarakat mengetahui sistem pemerintahan yang ada dan akan mengoreksi kebijakan pemerintah yang salah. Membangun kesadaran masyarakat ini adalah sangat penting. Sebab tidak akan terjadi perubahan yang mendasar di tengah-tengah masyarakat kalau tidak terjadi perubahan kesadaran masyarakat. Pembentukan pemerintahan yang sistematis tentu melalui masyarakat dan didukung sepenuhnya oleh masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar pemerintahan yang dibangun didasarkan pada meikiran matang dan bukan dengan sikap emosional sesaat. Kewajiban parpol adalah terjun di tengah-tengah masyarakat. Parpol menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi dalam sebuah pemerintahan. Tidak cukup hanya itu saja masyarakat harus dijelaskan tentang ide-ide yang membahayakan persatuan dan keruntuhan sebuah pemerintahan. Dijelaskan pula kerusakan aturan-aturan dalam berbagai bidang yang menyengsarakan manusia. Adapun cara praktisnya dapat dilakukan lewat berbagai teknis dan perantara. Sebagai contoh aktifitasnya dapat dilakukan melalui pengajian-pengajian umum, khutbah jum’at, seminar, diskusi publik, debat terbuka. Termasuk lewat media masa seperti radio, televisi, surat kabar, majalah dan lainnya. Dari aktifitas ini kemudian akan muncul kesadaran masyarakat untuk diatur oleh peratutan yang sesuai dengan aturan manusia dan selaras dengan kehidupan. Kesadaran masyarakat ini yang mendorong mereka untuk menuntut perubahan sistem jika sistem yang ada tidak sesuai dan salah. 3. Pergolakan Pemikiran Perubahan masyarakat haruslah diawali dengan perubahan pemikiran di tengah-tengah masyarakat tersebut. Agar berubah, masyarakat harus tahu bahwa pemikiran yang selama ini mereka anut dan percayai adalah keliru dan rusak, bahkan membahayakan mereka sendiri. Untuk itu tentu saja harus dijelaskan letak kerusakan ide tersebut dan bahayanya kepada masyarakat. Disinilah letak penting pergolakan pemikiran sebagai amalan politik untuk merubah masyarkat. Pergolakan pemikiran ini dilakukan dengan cara mementang ide-ide yang salah, pemahaman yang keliru di tengah masyarakat. Dijelaskan kekeliruannya dan pertentangannya dengan pemikiran yang benar. Penjelasan tersebut disertai dengan ketentuan hukum yang ada. Pergolakan pemikiran ini adalah amalan politik yang sangat nyata. Parpol mengecam kebijakan yang ada jika bertentangan dengan peraturan. Sebagai contoh jika ada asset daerah yang dijual kepada pengusaha asing maka parpol bersama masyarakat menyatakan penolakannya. Tidak hanya itu jika ada undang-undang yang merugikan masyarakat maka parpol dengan kekuatan politik melakukan koreksi dan memberikan solusi. Dalam konteks sekarang, aktifitas politik ini dilakukan dengan menjelaskan ide-ide dan aturan-aturan rusak yang diyakini masyarakat. Karena itu harus dijelaskan kekeliruan ide-ide yang salah. Dijelaskan pula bahayanya bagi masyarakat. Bersamaan dengan itu dijelaskan pula bagaiman solusi tepat dalam perkara tersebut. Secara praktis aktifitas ini bisa dilakukan lewat ceramah-ceramah, khutbah jumat, seminar, menerbitkan tulisan (buletin, majalah,koran) dan lain-lain. Dari aktifitas ini diharapkan masyarakat memiliki kesadaran tentang kerusakan ide-ide salah yang selama ini ada. Pada gilirannya mereka akan mencampakkan ide-ide tersebut dan menggantikannnya dengan ide yang benar. Semua ini akan bermuara pada kesadaran masyarakat untuk mewujudkan sistem yang baik. 4. Perjuangan Politik Sebuah sistem politik (negara atau masyarakat) akan berjalan selama rakyat masih percaya kepada penguasanya untuk mengatur kehidupan mereka. Jika sistem yang diterapkan rusak maka dirubah. Untuk merubah sistem tersebut haruslah diputus kepercayaan rakyat terhadap penguasanya. Untuk itu harus dijelaskan dan dibongkar kerusakan penguasa yang ada, pengkhianatan mereka terhadap rakyat, ketidakbecusan mereka mengurus rakyat. Termasuk menjelaskan persekongkolan mereka dengan negara-negara musuh imperialis yang melestarikan derita rakyat. Aktifitas inilah yang disebut perjuangan politik. Amal politik ini tampak dari penentangan partai tersebut terhadap negara-negara imperialis dalam rangka memerdekaan masyarakat dari belengu penjajahan mereka. Membebaskan masyarakat dari tekanan dan pengaruhnya, serta mencabut akar-akarnya baik berupa pemikiran, budaya, politik, ekonomi, maupun militer dari negeri yang terjajah. Termasuk dalam amal politik ini adalah menentang penguasa, mengungkap pengkhianatan mereka, melancarkan kritik kontrol, dan koreksi terhadap mereka. Serta berusaha mengganti mereka apabila mereka melanggar hak-hak masyarakat. Hal ini dilakukan dengan menjelaskan kebobrokan penguasa. Jika pemaerintah otoriter maka parpol melakukan koreksi agar pemerintah mengetahui hak dan kewajibannya. Amal praktis yang bisa dilakukan saat ini bisa dengan memilih strategi misalnya seminar, diskusi, unjuk rasa damai, ceramah-ceramah, debat politik atau media-media lainnya. 5. Mengadopsi Kepentingan Masyarakat Perubahan masyarakat pada dasarnya ditentukan oleh sikap masyarakat terhadap penguasa mereka yang menerapkan berbagai kebijakan atas mereka dan sikap mereka terhadap partai politik yang menginginkan terjadinya perubahan. Untuk itu parpol haruslah menjelaskan kepada masyarakat bahaya setiap kebijakan dari penguasa yang ada, kekeliruannya dan pertentangannya dengan kehidupan. Sementara itu, masyarakat juga harus melihat dan menyaksikan sendiri, bahwa parpol yang mengkoreksi tersebut memang mampu memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan mereka. Masyarakat harus melihat bahwa parpol yang ingin melakukan perubahan tersebut memang layak untuk memimpin mereka, karena kemampuan mereka menyelesaikan persoalan hidup rakyat. Disinilah letak penting mengadopsi kepentingan masyarakat sebagai amal politik. Tampak dari aktifitas ini adalah upaya parpol untuk mengawasi dan mengkoreksi setiap kebijakan penguasa yang menyimpang. Dijelaskan bahayanya bagi masyarakat dan bagaimana solusi terhadap persoalan tersebut. Seperti mengkritik kebijakan kenaikan bbm, biaya pendidikan, transportasi, undang-undang anti terorisme dan lain-lain. Sekaligus akan menghilangkan kepercayaan mereka terhadap penguasa mereka yang memang tidak layak. Jelas ini akan memperkuat kesadaran masyarakat untuk mengganti sistem rusak yang ada di tengah-tengah mereka dengan sistem baik. Lewat seminar, unjuk rasa damai, pengiriman utusan kepada penguasa atau parlemen, penyebaran buletin dan selebaran adalah cara-cara yang bisa dipilih. Dari aktifitas ini masyarakat akan melihat bagaimana kehirauan dan kesiapan parpol untuk memecahkan persoalan mereka. 6. Meraih Dukungan Setiap sistem politik pastilah terdapat orang-orang yang kuat dan berpengaruh, maka sikap orang-orang yang berpengaruh ini jelas sangat menentukan keberhasilan perjuangan untuk menegakkan pemerintahan yang baik. Penerimaan mereka terhadap ide yang diemban yang disertai dengan kesadaran masyarakat akan mempercepat tegaknya sebuah sistem yang baik. Sebaliknya, penolakan mereka akan menghambat keberhasilan tersebut. Untuk itu meraih dukungan dari tokoh penting dalam masyarakat adalah sangat penting. Dari tokoh-tokoh pengaruh ini bisa diperoleh dua hal: perlindungan terhadap perjuangan yang diemban dan kekuasaan. Tidak hanya menyadarkan masyarakat, aktifitas parpol juga terus berupaya melalukan aktifitas untuk meraih dukungan kepada orang-orang atau kelompok kuat strategis. Hal ini tampak jelas dari aktifitas parpol untuk mendatangai pemimpin-pemimpin kelompok masyarakat maupun ormas. Inilah kunci keberhasilan dalam perubahan dan kesadaran masyarakat untuk mendukung perjuangan parpol. Dalam konteks sekarang amal politik ini dilakukan dengan kunjungan dan mencari dukungan dari kelompok-kelompok kuat dan strategis di tengah masyarakat. Kelompok kuat yang ada di tengah-tengah masyarakat adalah kelompok militer. Secara praktis hal ini dapat dilakukan dengan mengkontak tokoh-tokoh penting militer dengan berbagai cara atau mengirim utusan kepada mereka. Mengajak mereka berdialog agara mereka mendukung penuh perjuangan parpol. Hal ini bukan berarti menjadikan militer sebagai tunggangan politik. Jika militer jadi tunggangan politik maka akan timbul pemerintah otoriter yang sewenang-wenang. Pendidikan politik tidak hanya dibebankan pada parpol, tapi juga pada seluruh elemen masyarakat. Elemen masyarakat terebut adalah LSM, Ormas, Kelompok Kajian, Majlis Taklim, dan Perkumpulan-perkumpulan. Dukungan utama adalah dari negara. Negara sebagai pengayom masyarakatnya berkewajiban memberikan pendidikan politik yang layak. Peran Negara dapat ditunjukan dengan kekuatan yang lebih besar. Negara bisa masuk melalui segala bidang dalam memberikan pendidikan politik. Bidang terpenting adalah bidang pendidikan. Unsur-unsur politik dapat dimasukan dalam kurikulum yang terintegrasi dalam pelajaran. Sekolah dan kampus dijadikan tempat pendidikan dan pengkaderan politik. Harapan yang ingin dicapai adalah kecerdasan politik masyarakat. Negara tidak perlu khawatir akan kebijakannya, karena fungsi dari masyarakat adalah pengoreksi jalannya pemerintahan. Sikap demikian menunjukkan bahwa pemerintah bukan bertindak otoriter. Kebijakan yang diambil seharusnya kebijakan yang mengandung maslahat sehingga masyarakat dapat hidup sejahtera. Berikut adalah gambaran negara, Parpol, dan lembaga lain dalam memberikan politik pada masyarakat.   : garis perintah : garis kerjasama : garis kerja langsung Pendidikan politik yang dilakukan negara erat kaitannya dengan pemerintah daerah. Hendaknya pemerintah daerah juga aktif dalam memberikan pendidikan politik terkait sebuah sistem pemerintahan yang ada di daerah. Harapannya masyarakat mengetahui tata aturan dan sistem yang ada agar pemimpin daerah menjalankan amanahnya dengan baik. Peran serta masyarakat yang mempunyai kecerdasan politik akan mampu mengembangkan daerah dengan tata politik yang kondusif.   Kesimpulan Pemaparan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pilkada yang diaksanakan sebagai demokratisasi di daerah belum maksimal dan membaik. Hal ini ditunjukan dengan partisipasi masyarakat dalam Pilkada kurang. Bukti nyata adalah golput memenangi Pilkada. 2. Peran partai politik kurang maksimal karena parpol hanya mendekati masyarakat menjelang diadakan Pilkada. 3. Ada bebrapa hal yang menyebabkan masyarakat golput: apatis pada politik, kepercayaan pada parpol menurun, hal teknis, parpol dan pemegang pemerontahan kurang amanah, konsekuensi logis bagi masyarakat yang ingin bebas dari keterpurukan. 4. Kunci adanya kecerdasan politik dan perubahan adalah adanya kader, kesadaran rakyat, dan dukungan tokoh strategis dan kuat di masyrakat. Ketiga komponen tersebut tidak boleh berlepas dari perjuangan partai politik dalam melakukan pendidikan politik. Saran 1. Parpol memberikan pendidikan politik yang sistematis dan terarah, sehingga masyarakat mengetahu perjuangan dalam membangun pemerintahan. 2. Perlu adanya pencerdasan politik rakyat. Beberapa hal yang bisa dilaksanakan adalah memberikan pembinaan intensif, pembinaan umum, pergolakan pemikiran, perjuangan politik, mengadopsi kepentingan masyarakat, dan meraih dukungan dari tokoh masyarakat. 3. Peran negara dalam memberikan politik tidak dapat diabaiakan. Oleh karena itu negara wajib memberikan pendidikan politik karena itu adalah hak tiap masyarakat. 4. Peran pemerintah daerah di tingkat lokal lebih intensif dalam memberikan pendidikan politik. Pemerintah daerah menghidupkan kembali masjlis taklim, khutbah Jumat, acara-acara keagamaan, dan di berbagai kesempatan untuk menghidupkan proses pendidikan politik. Penyadaran pada masyarakat agar ikut serta dalam mendukung pemerintahan yang lebih baik tidak boleh berhenti.  Daftar Pustaka Al-Wa’ie.Golput dan Kegagalan Partai Politik. No.97 September 2008 Ardiyansyah. “Kontruksi Parpol Islam Ideologis.” Al-Wa’ie no.90 Febrari 2008. Aristoteles. 1959. Politics, The Athenian Constitutio. Translated by John Warrington, J.M. Dent and Sons. Ltd,. Budiharjo, Miriam. 1982. Masalah Kenegaraaan. Jakarta: PT Gramedia. Fifajanti. Golput Menangi Pilgub Jatim. 2008. (http// www.suarapembaruan.com, diakses 21 Oktober 2008). Marijan, Kacung.2008. (http// www.suarapembaruan.com, diakses 21 Oktober 2008). Marijan, Kacung. Pilkada Langsung: Resiko Politik, Biaya Ekonomi, Akuntabilitas Politik, dan Demokrasi Lokal. Makalah In-House Discussion Dialog Partai Politik yang diselenggarakan oleh Komutas Indonesia untuk Demokrasi (KID) di Jakarta 16 November 2007. (http// www.komunitasdemokrasi.or.id, diakses 16 Oktober 2008). Kompas, 24 Juli 2008 Kamus Besar Bahasa Indonesia.1989. Jakarta: PT Balai Pustaka. Pangabean.1994.Pendidikan Politik dan Kaderisasi Bangsa. Jakarta: Sinar Harapan. Republika, 24 Juli 2008 Suhartono, dkk.2008. Penelitian Tingkat Kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada:suatu refleksi School Based Democracy (Studi Kasus Pilkada Banten dan Jabar).(hart@mail.ut.ac.id) Yulianto.”Fenomena Golput”. Al-Wa’ie No.97 Setember 2008 Yusanto, Muhammad Ismail. “Pilkada Langsung Bukan Jaminan.”Al-Wa’ie no.59 Juli 2005. www.asiafondation.org, diakses pada 16 Oktober 2008.   DAFTAR ISIAN PESERTA I Nama : Hanif Kristianto TTL : Lamongan, 7 Desember 1987 Alamat : Desa Tlogorejo, Sukodadi, Lamongan No. Telepon : 085232528742 E-mail :h_nifk@yahoo.com Status : Mahasiswa Angkatan 2005 NRM : 052104205 Jurusan : Pendidikan Bahasa Jepang Angkatan : 2005 Universitas : Universitas Negeri Surabaya Cita-cita : Ilmuwan dan Guru Motto : Hidup Nikmat, Surga di Akhirat   DAFTAR ISIAN PESERTA II Nama : M. Nuril Syafa’ul Karim TTL : Nganjuk, 05 Agustus 1989 Alamat : Rt.02, Rw.07 DesaTanjung Kalang Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk No. Telepon : 08563213869 Status : Mahasiswa NRM : 072074054 Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan : 2007 Universitas : Universitas Negeri Surabaya Cita-cita : Guru Besar Linguis Motto : Mati Sekali Matilah yang Bernilai Prestasi

LKTM Nasional

Posted on 09.57 In:
SELAMATKAN LISTRIK DARI UNBUNDLING PLN MENUJU ELECTRICITY FOR ALL 2020 oleh:Hanif Kristianto dan Panca Kurniawan J. Listrik menjadi bagian tidak terpisahkan dari hidup manusia. Listrik adalah bentuk energi sekunder yang memiliki sifat fleksibel, sehingga mampu diubah ke bentuk energi lain seperti: mekanik, panas, kimia, cahaya dan elektronik. Listrik juga mudah dipindahkan dari tempat asal energi primernya ke pengguna yang membutuhkan. Selama ini kebutuhan listrik rakyat dipasok oleh PLN(Perusahaan Listrik Negara). PLN menjadi satu-satunya perusahaan yang melayani rakyat dalam urusan ketenagalistrikan. PLN adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Perusahaan Umum (Perum). Setelah adanya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) akibat kenaikan BBM, PLN berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT). Perubahan menjadi PT berakibat saham PLN tidak menjadi milik penuh pemerintah. Pemerintah membuka bagi siapa saja yang mau membeli saham PT PLN. Dampak yang ditimbulkan dari pembelian saham PLN adalah orientasi PLN menjadi berubah. PLN tidak lagi berpikir cara menyediakan listrik yang layak bagi rakyat, namun hanya berorientasi pada cara meraup laba dan tidak boleh merugi. Kebijakan tersebut mengorbankan rakyat. Senada dengan hal tersebut pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa PLN 8 Januari 2008 telah disahkan Rencana Kerja Perusahaan PLN tahun 2008. Hasil yang dicapai adalah pembentukan lima anak perusahaan distribusi. Kelima anak perusahaan distribusi adalah distribusi Jakarta Raya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali, serta satu anak perusahaan Transmisi dan Pusat Pengatur Beban Jawa Bali yang akan dibentuk paling lambat akhir tahun 2008. Pada RUPS ditetapkan juga pembentukan dua BUMN Pembangkitan yakni PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali. Dengan demikian hasil keputusan tersebut merupakan pelaksanaan UU Ketenagalistrikan sebagaimana telah dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 3 Tahun 2005 tentang Ketenagalistrikan dan Permen Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pengaturan Transmisi Tenaga Listrik atau Grid Code(www.kompas.co.id). Keputusan ini merupakan realisasi dari rencana unbundling atau pemecahan baik secara vertikal (fungsional) maupun horizontal (kewilayahan) sebagaimana disebut dalam UU No.20/2002 tentang ketenagalistrikan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Pemecahan vertikal PLN dilakukan melalui pembentukan perusahaan pembangkitan, transmisi, dan distribusi secara terpisah. Pemecahan vertikal PLN juga berakibat beban biaya setiap perusahaan berbeda-beda dan biaya ditanggung konsumen. Selain itu orientasi pelaku usaha swasta hanya berdasar pada keuntungan dari pasar yang sudah terbentuk. Unbundling merupakan satu tahap menuju profitisasi dan privatisasi serta divestasi sebagaimana disebut dalam roadmap buku putih Departemen Pertambangan dan Energi tahun 1998 (Al-Islam, edisi 391/XV). Unbundling juga bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945. Sebagaimana dijelaskan bahwa listrik adalah cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Karena itu listrik dikuasai oleh negara demi terjaminnya kehidupan rakyat. Pengelolaan listrik oleh perusahaan swasta nasional maupun asing hanya diperbolehkan ketika diajak bekerja sama. Memahami makna Profitisasi, Privatisasi, dan Divestasi Profitisasi berasal dari kata profit. Profit adalah untung; keuntungan; manfaat (Kamus Besar Bahasa Indonesia,2000). Kata profit mendapat tambahan –isasi menjadi profitisasi. Kata profitasisasi menunjukan sikap pengambil keuntungan. Adapun privatisasi adalah perbuatan yang mengalihkan pemilikan Negara menjadi milik pribadi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000). Dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000) padanan privatisasi adalah swastanisasi. Swastanisasi adalah proses peralihan produksi barang dan jasa dari sektor pemerintah ke sektor swasta Dalam bidang ekonomi privatisasi adalah penjualan sebagian atau semua saham sebuah perusahaan milik pemerintah kepada publik, baik melalui penjualan langsung ke perusahaan swasta nasional dan asing melalui bursa efek (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000). Makna divestasi adalah pelepasan; pembebasan; pengurangan modal (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000). Divestasi dilakukan dengan cara menjual aset perusahaan kepada pihak lain. Mengenal PLN Sejarah Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut berkembang menjadi untuk kepentingan umum, diawali dengan perusahaan swasta Belanda yaitu NV. NIGM yang memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik. Selama Perang Dunia II berlangsung, perusahaan-perusahaan listrik tersebut dikuasai oleh Jepang dan setelah kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan-perusahaan listrik tersebut direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia pada bulan September 1945 dan diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik hanya sebesar 157,5 MW. Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas. Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas. Saat itu kapasitas pembangkit tenaga listrik PLN sebesar 300 MW. Tahun 1972, Pemerintah Indonesia menetapkan status Perusahaan Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN). Tahun 1990 melalui Peraturan Pemerintah No. 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan. Tahun 1992, pemerintah memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik. Sejalan dengan kebijakan di atas, pada bulan Juni 1994 status PLN dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Dasar hukum perusahaan yang digunakan PLN sebagai berikut 1. Anggaran Dasar PLN tahun 1998. 2. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1994 tentang 3. Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara 4. menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). 5. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero). 6. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 1998 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas. 7. Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1998 tentang Pengalihan Pembinaan terhadap Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perseroan Terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki Negara Republik Indonesia kepada Menteri Negara Pendayagunaan BUMN. Kebijakan manajemen perusahaan merupakan langkah strategis yang diambil untuk menjalankan roda kehidupan perusahaan. PLN mempunyai dua tantangan pada tahun 2003. Pertama, membaiknya perekonomian nasional yang memberikan dampak membaiknya pertumbuhan ketenagalistrikan di Indonesia. Kedua, adanya UU No. 20 tahun 2002 yang merubah lingkungan bisnis kelistrikan menjadi sarat dengan kompetisi. Untuk itu segala upaya dilakukan agar PLN bertahan dan menjadi perusahaan yang terkemuka di jajaran perusahaan dunia. Upaya itu antara lain Pelaksanaan program Restrukturisasi Korporat dan Road Map Perusahaan. Perkembangan PLN menuju kompetisi bisnis telah mendirikan enam anak perusahaan dan satu perusahaan patungan yaitu : a. PT Indonesia Power; yang bergerak di bidang pembangkitan tenaga listrik b. PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB) yang bergerak di bidang pembangkitan tenaga listrik c. Pelayanan Listrik Nasional Batam (PT PLN Batam); yang bergerak dalam usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di Wilayah Pulau Batam. d. PT Indonesia Comnets Plus, yang bergerak dalam bidang usaha telekomunikasi. e. PT Prima Layanan Nasional Enjiniring ( PT PLN Enjiniring), bergerak di bidang Konsultan Enjiniring, Rekayasa Enjiniring dan Supervisi Konstruksi. f. Pelayanan Listrik Nasional Tarakan (PT PLN Tarakan), bergerak dalam usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di wilayah Pulau Tarakan. g. Geo Dipa Energi, perusahaan patungan PLN - PERTAMINA yang bergerak di bidang Pembangkit Tenaga Listrik terutama yang menggunakan energi Panas Bumi. Sebagai Perusahaan Perseroan Terbatas, maka Anak Perusahaan diharapkan dapat bergerak lebih leluasa dengan antara lain membentuk Perusahaan Joint Venture, menjual Saham dalam Bursa Efek, menerbitkan obligasi dan kegiatan-kegiatan usaha lainnya. Di samping itu, untuk mengantisipasi Otonomi Daerah, PLN juga telah membentuk Unit Bisnis Strategis berdasarkan kewilayahan dengan kewenangan manajemen yang lebih luas. Rencana pemerintah untuk menyejahterkan rakyat melalui listrik dimulai dengan mengusung electricity for all. Target terpenuhinya kebutuhan listrik pada tahun 2020. Sehingga rasio elektrifikasi pada tahun 2020 mencapai 100 persen. Saat ini elektrifikasi mencapai 56 persen. Desa yang teraliri listrik mencapai 96 persen, sehingga untuk mewujudkan elektrifikasi 100 persen dibutuhkan upaya dan kerja keras. Selain itu juga dibutuhkan strategi agar bisa berjalan dengan baik sesuai rencana (www1.esdm.go.id). Kondisi PLN Keputusan unbundling membuat kegoncangan di tubuh PLN. Daryoko (2008) mengungkapkan kondisi PLN terbagi menjadi tiga: Pertama, di tubuh PLN ada kesenjangan dalam beberapa faktor yakni biaya produksi dan harga jual. Terkait biaya produksi banyak didominasi oleh pembangkit berbahan dasar minyak. PLN membeli minyak ke Pertamina dengan harga komersial, bukan harga subsidi. Ketika harga BBM $ 100/barel maka PLN membeli dengan harga Rp 7.000-Rp.7.500/liter. Pembangkit yang berbahan bakar minyak sejumlah 36%, ini artinya biaya produksinya Rp 38-40 triliun/tahun. Hal inilah yang membuat PLN merugi. Kedua, adanya inefisiensi sistemik. Terkait inefisisensi pada tahun 80-an PLN sudah menyiapkan pembangkit yang bisa dioperasikan dengan bahan bakar gas dan minyak yang bisa menghasilkan daya 7.500 megawatt seluruh Indonesia. Pembangkit ini seharusnya diopersikan dengan gas karena biayanya lebih murah. Pengopersian dengan gas membutuhkan biaya 7 triliyun/tahun. Gas saat ini tidak ada karena ada regulasi minyak dan gas yang jatuh. Sebagian besar gas justru diekspor ke luar negeri, sehingga pasokan dalam negeri berkurang. Dengan demikian ketika PLN memutuskan memakai minyak maka biaya yang akan dikeluarkan Rp 33 triliyun/tahun. Di sinilah letak inefisensi sebesar Rp 26 trilyun/tahun. Ketiga, masalah SDM. Di tubuh PLN masih ditemui prilaku dari SDM PLNyang tidak sesuai dengan aturan, seperti korupsi, mark up, dan manipulasi. Hal ini bergantung pada pembinaan instansi di atas PLN yakni Meneg-BUMN sebagai pemegang saham. Begitu juga Meneg-BUMN mengikuti rambu-rambu yang dirancang oleh Menteri-ESDM. Terkait masalah keuangan mengikuti departemen keuangan. Mengenai pengawasan jalannya kinerja diawasi oleh DPR Komisi VII. Banyaknya instansi di atas PLN tidak melakukan pembinaan dengan efektif. Bahkan malah membinasakan. Dalam artian mereka mengintervensi. Hal ini bisa dilihat ketika DPR mengundang rapat dengar pendapat yang ujung-ujungnya ada oknum yang meminta proyek. Masalah tersebut menjadikan PLN tidak efisien bahkan banyak cost yang dihamburkan dalam rangka menjaga keseimbangan direksi PLN dengan instansi di atasnya. Berdasarkan kondisi tersebut pemerintah akan membuat kebijakan ke arah kapitalis karena PLN inefisiensi dan merugi. Hal ini jelas akan mengarah pada upaya privatisasi. Mengurai Unbundling Upaya unbundling yang sekarang menuju ke arah privatisasi di bidang energi terkait listrik sebetulnya telah dimulai sejak tahun 1985 dengan dikeluarkan UU No. 14/1985 yang memberikan kemungkinan bagi swasta ikut menyediakan listrik sekaligus menjualnya kepada PLN. Berikutnya, tahun 1989, Bank Dunia melakukan pengkajian sektoral masalah kelistrikan di Indonesia yang merekomendasikan pengenalan kompetisi dan kemungkinan munculnya privatisasi. Setahun kemudian, Presiden Soeharto menyetujui proyek pembangkit listrik swasta. Peraturan pelaksanaan dari UU No. 14/1985 sendiri baru diterbitkan tahun 1992 dengan dikeluarkan PP No. 37. Padahal, swasta sudah mulai membangun pembangkit listriknya sejak 1990. Karena itu, dapat diduga bahwa PP No. 37 tahun 1992 tersebut lebih banyak mengakomodasi kepentingan swasta. Sebab, jika pemerintah melakukan perubahan drastis yang merugikan listrik swasta, pemerintah dapat digugat pihak swasta. Karena itulah, PLN tetap harus membayar pihak swasta—baik ada listrik atau tidak—dengan harga lebih tinggi dari harga sewajarnya. Adanya krisis moneter yang berkepanjangan di Indonesia memang telah menunjukkan tanda-tanda membaik. Perubahan pranata kelembagaan perekonomian di Indonesia akan membekas untuk jangka waktu yang lama. Walaupun reformasi ekonomi ini sebenarnya sudah menjadi agenda sejak lama, krisis menjadikannya agenda nomor satu di Indonesia. Reformasi ekonomi dalam bentuk restrukturisasi, liberalisasi, dan privatisasi terjadi di hampir semua sektor, salah satunya di sektor kelistrikan. Di Indonesia yang saat ini masih terlibat hutang, peran lembaga pemberi hutang besar sekali adanya dalam mendorong agenda liberalisasi ekonomi ini. Upaya pemerintah untuk mendepolitisasi listrik mengalami jalan mendaki yang terjal. Masyarakat tidak bisa begitu saja meyakini keputusan pemerintah. Bagaimana tidak. Kepentingan masyarakat memang telah dikorbankan atas nama pembangunan. Di sektor kelistrikan, proses reformasi dalam bentuk restrukturisasi dan privatisasi memiliki resiko yang besar. Dalam hal ini pemerintah mengabaikan, bahkan menelikung kepentingan masyarakat. Keinginan masyarakat untuk mendapat pelayanan yang berupa listrik murah serta perlindungan lingkungan bisa saja dikebiri atas nama kelayakan ekonomi atau upaya untuk menarik investor. Dalam buku putih Departemen Pertambangan dan Energi 1998 disebutkan bahwa kebijakan kelistrikan adalah unbundling untuk mewujudkan profitisasi dan pada akhirnya akan terjadi privatisasi dan divestasi(Al-Islam, edisi 391/XV). Selama ini PLN adalah perusahaan penyedia listrik yang mendapat subsidi dari pemerintah sebanyak 60 trilyun pertahun (Al-Khaththath:2008). Besarnya subsidi karena ada inefisiensi. Inefisiensi adalah akibat dari UU Migas yang menyebabkan perusahaan-perusahaan asing yang menyedot gas di Indonesia mengekspor hampir semua hasilnya ke luar negeri. Hanya 25% yang dijual di dalam negeri (Al-Khaththath:2008). Untuk kebutuhan listrik seluruh rakyat Indonesia pertahun dengan bahan bakar gas maka dibutuhkan biaya 7 triliyun. Akibat gas dijual ke luar negeri maka PLN membeli BBM yaitu solar untuk kepentingan menggerakkan mesin-mesin diesel. Maka pemerintah mengeluarkan 32 triliyun. Dalam hal ini pemerintah rugi 25 triliyun. Ini menjadi bukti penerapan UU Migas yang menyengsarakan pemerintah. Adanya unbundling juga menimbulkan kenaikan harga listrik 50% karena adanya beban biaya pada tiga entitas kelistrikan yang berbeda yaitu pembangkitan, transmisi dan distribusi, yang sebelumnya menjadi satu di bawah PLN. Hal ini jelas akan menimbulkan kerugian pada konsumen. Karena unbundling Dirjen Pajak akan mengenakan pajak untuk masing-masing anak perusahaan walaupun masih menjadi bagian PLN. Dari pajak dan biaya operasioanalnya kesemuanya akan naik 50%. Sehingga seluruh rakyat yang jadi konsumen listrik terbebani. Ditambah lagi dengan visi profitisasi yang membuat PLN hanya sebagai perusahaan yang menyetak profit. Hal ini akan membawa PLN untuk lepas dari tanggung jawab sebagai pemberi layanan publik yang semestinya dilakukan negara. Selain itu unbundling akan menimbulkan kecurangan-kecurangan pada saat kondisi jam-jam penuh (peak load) yaitu pukul 15.00-22.00. Ketika pengendalian distribusi listrik masih dilakukan PLN semua Genereal Manager pada tiap anak perusahaan tidak akan berani berbuat curang. Kelanjutan profitisasi adalah privatisasi dan divestasi. Hal ini berarti saham PLN dijual kepada swasta. Adanya privatisasi dalam sektor kelistrikan terkait erat dengan UU Penanaman Modal (PM). UU PM Nomor 25 tahun 2007 dijelaskan bahwa swasta asing berhak menguasai saham 100% usaha di Indonesia. Ketika saham PLN dikuasai swasta asing 100% maka peran pemerintah sebagai pelayan rakyat hilang. Swasta asing akan mudah menekan kebijakan pemerintah dan menyengsarakan rakyat. Pemerintah sebagai pelayan rakyat sejatinya tetap memegang teguh pasal 33 UUD 1945. Akibat penguasaan swasta asing muncullah kenaikan harga yang berlipat dari harga standar. Privatisasi dijadikan alasan PLN agar bisa bersaing dalam kehidupan ekonomi yang kompetitif. PLN sebagai perusahaan tidak ingin merugi. Privatisasi juga dijadikan sebagai alasan menghasilkan keuntungan-keuntungan, namun privatisasi sebenarnya menimbulkan ekses-ekses berbahaya yang akhirnya menafikan dan menghapus keuntungan yang diperoleh. Jati (2004) menjelaskan bahaya dan kerugian yang timbul akibat privatisasi secara umum. 1. Terpusatnya aset suatu negeri –di sektor pertanian, industri, dan perdagangan—pada segelintir individu atau perusahaan yang memiliki modal besar dan kecanggihan manajemen, teknologi, dan strategi. Artinya, mayoritas rakyat tercegah untuk mendapatkan dan memanfaatkan aset tersebut. Aset tersebut akhirnya hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. Dengan demikian, privatisasi akan memperparah buruknya distribusi kekayaan. Hal ini telah terbukti di negeri-negeri kapitalis, khususnya Amerika Serikat dan Eropa. 2. Privatisasi di negeri ini yang dibarengi dengan dibukanya pintu untuk para investor asing –baik perorangan maupun perusahaan— berarti menjerumuskan negara ini dalam cengkeraman imperialisme ekonomi. Sebab, individu atau perusahaan kapitalis itulah yang nantinya akan menguasai dan mengendalikan negeri ini. Selanjutnya, akan terjadi perampokan kekayaan negara dan sekaligus pengokohan dominasi politik atas penguasa dan rakyat di Negara tersebut. Para investor asing itu jelas hanya akan mencari laba sebesar-besarnya dalam tempo sesingkat-singkatnya, tanpa mempedulikan kebutuhan rakyat terhadap barang dan jasa. Mereka juga tak akan mempedulikan upaya membangkitkan industri di negeri tesebut. Ironisnya, beberapa negara yang tunduk pada ketentuan privatisasi memberikan sebutan “strategic partner” (mitra strategis) kepada para investor asing tersebut. Hal ini dilakukan untuk memberikan image bahwa mereka itu “baik”, seraya menyembunyikan hakikat yang sebenarnya. 3. Pengalihan kepemilikan—khususnya di sektor industri dan pertanian—dari kepemilikan Negara atau umum menjadi kepemilikan individu, umumnya akan mengakitbatkan PHK atau pengurangan gaji pegawai. Sebab investor dalam sistem ekonomi kapitalis cenderung beranggapan bahwa PHK atau pengurangan gaji pegawai adalah jalan termudah dan tercepat untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan kualitas produk. Pada gilirannya, jumlah pengangguran dan orang miskin akan bertambah. Padahal sudah diketahui bahwa pengangguran dan kemiskinan sangat berpengaruh terhadap kondisi masyarakat, tingkat produksi, dan pertumbuhan ekonomi. 4. Menghapuskan kepemilikan umum atau kepemilikan negara artinya adalah negara melepaskan diri dari kewajiban-kewajibannya terhadap rakyat. Negara tidak akan sanggup melaksanakan banyak tanggung jawab yang seharusnya dipikulnya, karena negara telah kehilangan sumber-sumber pendapatannya. Negara tak akan mampu lagi memenuhi secara sempurna kebutuhan pokok bagi rakyat yang miskin. Negara juga tak akan dapat lagi memenuhi kebutuhan rakyat dalam bidang kesehatan dan pendidikan secara layak, dan lain-lain. 5. Negara akan disibukkan untuk mencari sumber-sumber pendapatan baru untuk menggantikan sumber-sumber pendapatan yang telah dijualnya. Dan negara tak akan mendapatkan sumber lain yang layak, selain memaksakan pajak yang tinggi atas berbagai pabrik, sektor, dan badan-badan usaha yang telah dijualnya maupun yang memang dimiliki oleh individu. Jelas ini akan melambungkan harga-harga dan tarif-tarif yang membebani masyarakat. Dengan kata lain, konsumen sendirilah yang akan membayar pajak itu kepada negara, bukan para investor. Jika negara sudah tidak bertanggung jawab lagi terhadap rakyatnya, serta pengangguran terus meningkat, maka akan tercipta kondisi sosial yang rawan dan sangat membahayakan. 6. Dana yang diperoleh negara dari penjualan kepemilikan umum atau negara, umumnya tidak dikelola dalam sektor-sektor produktif. Sebagian besarnya akan habis –sesuai dikte dari lembaga-lembaga internasional seperti IMF—untuk dibelanjakan pada apa yang disebut dengan “pembangunan infrastruktur”, “pelestarian lingkungan”, “pengembangan sumber daya manusia”, dan sebagainya. Semua ini jelas merupakan pintu-pintu untuk menyerap modal asing dari luar. Ini merupakan tindakan menghambur-hamburkan kekayaan umat, dengan jalan membelanjakan harta umat untuk kepentingan investor asing. 7. Menghalangi masyarakat umumnya untuk memperoleh hak mereka, yaitu memanfaatkan aset kepemilikan umum, seperti air, minyak, sarana transportasi air, dan pelabuhan-pelabuhan. Dengan demikian, privatisasi merupakan kezhaliman yang merusak penghidupan rakyat. Penjelasan tersebut merupakan dampak privatisasi yang akan menimpa rakyat, ketika program privatisasi terus dijalankan oleh negara. Senada dengan hal tersebut terkait privatisasi PLN, Daryoko(2008) menjelaskan sebagaimana yang terjadi di Kamerun pemecahan PLN-nya karena dipaksa oleh IMF. Hal yang terjadi adalah praktik kartel dalam rangka menaikan harga listrik. Cara yang digunakan yaitu di antara perusahaan pembangkit bekerjasama pura-pura rusak atau menggunakan alasan turbin jebol, generator jebol, dan lain-lain. Akibatnya, pada saat dibutuhkan ketika terjadi praktek kartel maka perusahaan pembangkit akan membangkitkan di bawah kebutuhan dan terjadi kenaikan harga. Selain itu adalah sistem PLN pengelolaan yang rentan diselewengkan. Ketika ritel PLN diprivatisasi maka unit pelayanan PLN yang ada akan dijual ke pengusaha-pengusaha. Masing-masing ritel PLN berbeda kepemilikannya. Penyampaian pengaduan ketika terjadi gangguan listrik konsumen hanya bisa mengadu kantor ritel di daerah tempat tinggalnya. Konsumen hanya bisa menanyakan ke badan pengawas kelistrikan tanpa bisa memberikan diagnosa dan penyelesaian atas gangguan listrik. Badan pengawas hanya bisa bertanya ke bagian distribusi, pembangkit, dan transmisi tanpa bisa memaksa jalur yang mengalami kerusakan untuk segera memperbaikinya. Yang terjadi adalah saling melempar tanggung jawab di antara instansi PLN, karena mereka mengkaliam yang rusak buka di bagiannya. Hal tersebut berbeda ketika PLN tidak terjadi unbundling, konsumen dimudahkan mengadukan kerusakan dengan menelepon 123 atau bagaian pengaduan. Di PLN ada bagian pengendali (Board of Directory) yang bidang memantau semua jalur sehingga dapat diketahui letak sumber kerusakannya. Langkah penyelesaian akan mudah karena masih dalam satu komando. Hal ini berbeda dengan badan pengawas yang tidak mempunyai kewenangan sama sekali. Secara khusus dalam (Al-Islam edisi 112) dijelaskan terkait bahaya yang ditimbulkan akibat privatisasi. Sejumah bahaya yang akan muncul dari privatisasi kelistrikan itu antara lain: Pertama, dikuasainya listrik oleh sekelompok kecil pemilik modal. Akibatnya, nasib rakyat digadaikan ke tangan para pemilik modal. Ujung-ujungnya, rakyat menjadi korban keserakahan mereka. Kedua, para pemilik modal akan dapat memanfaatkan listrik sebagai alat politis demi kepentingan mereka menggelembungkan kekayaan. Listrik dapat mereka gunakan untuk mempengaruhi, menekan, bahkan mengendalikan kebijakan pemerintah. Semua itu berujung pada terkumpulnya faktor kekuasaan dan faktor ekonomi pada sekelompok orang pemilik modal. Privatisasi juga sarat dengan kepentingan politik. Pemerintah tampaknya khawatir, krisis kelistrikan akan menyebabkan mereka harus terpental dari kursi kekuasaan. Listrik akan dapat dijadikan sebagai alat untuk menggoyang pemerintah tatkala pemerintah tidak mengakomodasi kepentingan para pemilik modal. Pemerintah akhirnya dikendalikan oleh para kapitalis pemilik modal. Para kapitalis itulah yang secara nyata memerintah. Jadilah, nasib rakyat berada di genggaman mereka. Ketiga, dalam segala usaha yang dilakukan, motif utama pihak swasta pastilah motif bisnis. Tujuan mereka adalah mendapatkan laba sebanyak-banyaknya. Mereka, misalnya, akan menganggap listrik sebagai komoditas murni tanpa harus dibebani untuk melayani kepentingan masyarakat. Fakta privatisasi kelistrikan di mana pun selalu mengakibatkan kenaikan harga listrik. Sebagai contoh di California AS. Seperti diungkapkan oleh Hotma Sitompul, Ketua umum Asosiasi Penasehat Hukum dan HAM Indonesia (APHI), setelah privatisai, harga listrik di wilayah itu naik menjadi 4 kali lipat (Republika, 5 September 2002). Ini terjadi di negara maju yang dikatakan lebih efisien. Dapat dibayangkan ketika privatisasi listrik ini tetap berlangsung di Indonesia yang terkenal sebagai negara yang tidak efisien. Dalam bidang ekenomi pihak swasta ketika menjalankan aktivitasnya, akan berpatokan pada prinsip ekonomi yang memang berjalan sesuai dengan kaidah berdagang, yaitu menggunakan modal sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Artinya, konsekuensi logis yang harus siap diterima adalah swasta akan berusaha menekan sekecil mungkin biaya produksi dan seluruh komponen produksi lainnya yang bertujuan untuk meminimalisasi cost yang dikeluarkan. Akan tetapi, dengan modal sedikit ini diharapkan dapat diraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempedulikan lagi dampak sosial yang menimpa masyarakat. Kalaupun terjadi pengambilan keuntungan dari hasil jual dari suatu produk yang besar yang pada akhirnya membebani masyarakat—dengan kondisi barang tersebut merupakan barang dasar yang mau tidak mau rakyat harus membelinya—maka bisa dibayangkan rakyat akan terpaksa membeli karena memang tidak ada pilihan lain selain untuk membeli. Hal ini bertentangan dengan fungsi pemerintah yang seharusnya berusaha mengelola aset-aset rakyat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Artinya, hasil olahan BUMN oleh pemerintah tidak akan dikenai biaya (gratis) ketika rakyat akan memanfaatkannya. Kalaupun dikenakan biaya, itu pun dengan harga yang minimal; sebatas biaya operasional saja; tidak ada niat sama sekali untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Sebagai contoh, ketika fungsi pemerintah diambil-alih oleh swasta dalam pengelolaan sektor ekonomi, harga-harga barang dan jasa semakin melambung akibat kenaikan perkwartal TDL, telepon, dan BBM. Selain itu, fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada swasta asing (misalnya melalui PMA) telah memberikan peluang bagi praktik eksploitasi dan pengurasan aset publik, yang kemudian diangkut ke luar negeri. Contohnya adalah adanya kebolehan menggunakan tenaga pemimpin dan ahli asing, pembebasan pajak, pemberian laba kepada pemegang saham di bawah lima tahun, biaya masuk perlengkapan tetap, izin usaha selama 30 tahun yang dapat diperpanjang, boleh transfer keluar negeri modal yang sudah dikurangi pajak dan kewajiban (UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing). Akhirnya, kesengsaraan rakyatlah yang terjadi. Dari uraian tersebut tampak jelas bahwa privatisasi, termasuk penanaman modal asing (PMA), merupakan alat penjajahan suatu negeri atas negeri yang lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa imperialisme ekonomi merupakan salah satu alat yang dipakai oleh AS dan Barat melalui kaki tangannya untuk lebih menancapkan hegemoninya dalam upayanya melanggengkan sistem kapitalis-sekular. Sebuah negara akan dengan mudah disetir dan bertekuk lutut pada negara lain ketika adanya kekuatan untuk mempengaruhi negara tersebut akibat adanya ketergantungan. Investasi asing merupakan salah upaya untuk menciptakan adanya sikap ketergantungan tersebut. Sayangnya, kondisi semacam ini terjadi di negeri kita. Karena itu, tidaklah aneh jika negeri ini tunduk dan patuh pada negara AS dan sekutunya. Asing di balik unbundling Indonesia sebagai negera berkembang berusaha untuk membangun negeri ini menjadi lebih baik. Untuk mewujudkannya dibutuhkan dana yang besar. Dalam hal ini negara berkembang tergantung pada pemberi dana pembangunan khususnya Bank Dunia dan IMF( Dubash:2002). Pada tahun 1990-an, institusi dana publik internasional mulai enggan melanjutkan pendanaan sarana publik yang terperangkap dalam lingkaran pemasukan rendah dan memburuknya kualitas. Sebagai tambahan, melanjutkan satu dekade “penyesuaian struktural”(structural adjustment) di negara-negara peminjam. Bank Dunia dan IMF mencoba memperluas peran sektor swasta dalam proses pembangunan. Pada tahun 1993, makalah kebijakan Bank Dunia menyatakan bahwa reformasi sektor tenaga listrik menjadi syarat yang eksplisit untuk melanjutkan pinjaman pada sektor tersebut (Bank Dunia, 1993 dalam Dubash:2002). Inti dari kebijakan baru ini adalah untuk memberanikan negara peminjam dalam merestrukturisasi berbagai sektor dan membukanya untuk mengundang partisipasi swasta yang lebih besar. Dalam hal ini, Bank Dunia meningkatkan pinjamannya untuk reformasi kebijakan. Perubahan ini tidak terbatas pada Bank Dunia saja, melainkan juga pada makalah kebijakan sektor energi tahun 1994 yang dibuat oleh Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank 1994). Mengambil dana dari swasta untuk pembangunan sektor tenaga listrik bukanlah hal yang mudah. Ruang lingkup kelembagaan untuk investasi swasta di sektor ini belum ada. Seperti pengalaman Amerika Serikat, Inggris, dan Chile, negara-negara berkembang dan dalam status ekonomi transisi harus membuat peraturan-peraturan dan membangun suatu institusi baru untuk menarik pemodal. Pada model sarana publik, sektor energi dimasukkan ke dalam suatu jaringan yang saling berhubungan. Struktur ini tidaklah mengutamakan investasi tersendiri dengan profil risiko yang jelas dari pemodal swasta. Melainkan, ketergantungan terhadap pemodal swasta ini akan mendorong pemerintah untuk membagi sektor ini ke dalam komponen-komponen yang tersendiri (Balu:1997). Terakhir, kondisi sektor energi yang menyedihkan di banyak negara-negara yang potensial menerima pinjaman ini tidaklah menjanjikan harapan memperoleh keuntungan atau resiko yang rendah yang dapat diatasi. Maka, negara-negara peminjam dana berada dalam lingkaran setan. Untuk menarik modal, sektor energi ini harus dalam keadaan yang baik, sedangkan untuk memperbaiki sektor energi mereka memerlukan modal. Senada dengan hal tersebut pada tahun 1994 pemerintah menerbitkan PP No. 23/1994 mengenai korporatisasi PLN. Mulai saat itu PLN dibebani untuk menyetor pemasukan bagi negara. Akibatnya, PLN dipaksa harus berorientasi profit. Kebijakan pemerintah selanjutnya adalah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi sektor kelistrikan yang dilanjutkan dengan lokakarya bersama lembaga donor. Kepentingannya jelas, yaitu untuk mendapatkan utang. Indonesia saat itu sudah berada dalam perawatan IMF dan menandatangai letter of intent (LoI). Di antara isi LoI itu adalah penurunan subsidi energi, termasuk listrik, dan privatisasi perusahaan-perusahaan negara. Pada saat itu, kajian sektoral Bank Dunia tahun 1989 menemukan momentum yang tepat untuk diterapkan dengan penuh kesungguhan. Akhirnya, ADB (Asia Development Bank) memberikan pinjaman US$ 400 juta dan US$ 400 juta dari JBIC (Japan Bank for International Cooperation). Tindak lanjut dari program restrukturisasi tersebut adalah adanya kebijakan menaikkan tarif dasar listrik yang dilakukan secara bertahap sampai tahun 2005. Di balik upaya unbundling pada PLN, ada pihak asing yang berperan yaitu IMF. Kebijakan yang diambil pemerintah terkait unbundling bisa dilihat pada LoI poin 20. LoI tersebut disetujui pemerintah pada Januari 1998 untuk mengatasi krisis ekonomi. IMF sebagaimana tatkala terjadi krisis moneter IMF menawarkan dana bantuan dengan terlebih dahulu menandatangani Letter of Intent (LoI) sebagai syarat keluarnya dana. Letter of Intent merupakan surat penawaran pemerintah yang menguraikan kebijakan yang akan diterpakan agar mendapatkan dana dari IMF (International Monetary Fund). Hal ini dilakukan karena IMF mendukung keuangan pemerintah akibat krisis moneter (http://www.indonesia-ottawa.org). Akibatnya perkembangan perekonomian di Indonesia didesain oleh negara-negara kolonial. Desain in terjadi saat perpindahan kekuasaan dari orde lama ke orde baru. Daryoko (2008) menjelaskan Jhon Perkins sebagai agen perusak perekonomian Indonesia berusaha merusak Indonesia melalui kelistrikan. Jhon Perkins pertama kali di Indonesia ditempakan di kantor PLN distribusi Bandung. Dia mendesain pertumbuhan ekonomi yang otomatis terkait dengan pertumbuhan kelistrikan yang melejit tinggi. Perencanaanya pada pada tahun 80-an akan terjadi pertumbuhan kelistrikan sebanyak 14% dan terus meningkat. Akibatnya, rezim Soeharto meminjam uang ke Bank Dunia untuk mengantisipasi pertumbuhan yang melejit. Ditambah lagi penguasa yang telah terkooptasi dengan utang. Utang yang ditinggalkan pada rezim orde baru akibatnya bisa dirasakaan saat ini. Rezim setelah orde baru membayar jumlah utang yang terus bertambah. Ketika waktu pembayaran utang tiba dikeluarkanlah keputusan untuk unbundling kelistrikan. Sudah semakin jelas kebijakan pemerintah sekarang menganut sistem kapitalis. Kepentingan rakyat diabaikan dan hanya mementingkan bebrapa orang saja, terutama pemilik modal. Kebebasan kepemilikan terhadap listrik yang merupakan kebutuhan rakyat banyak merupakan ide kapitalis yang bobrok. Akibatnya terjadi bencana berkepanjangan. Perbuatan-perbuatan hina merajalela di mana-mana dalam masyarakat kapitalis. Kejahatan terorganisir (mafia) muncul secara terang-terangan. Sikap individualisme dan egoisme diagung-agungkan sehingga rontoklah semangat hidup bersama. Sikap mementingkan diri sendiri menggantikan sikap mengutamakan orang lain. Penyakit-penyakit yang menakutkan pun merajalela akibat beredarnya segala macam barang dan jasa secara bebas, baik yang bermanfaat maupun yang membahayakan mereka; seperti obat-obat terlarang, jasa prostitusi, pornografi, dan lain sebagainya. Kebebasan ini telah menimbulkan pula akumulasi kekayaan yang melimpah-ruah di tangan segelintir orang yang disebut sebagai para kapitalis. Dengan kelebihan kekayaannya itu, mereka berubah menjadi satu kekuatan hegemonik yang menguasai dan mengendalikan masyarakat dan negara, baik dalam urusan politik dalam negeri maupun luar negerinya. Dari orang-orang kapitalis inilah, diambil nama bagi sistem mereka, yakni sistem Kapitalisme, karena aspek paling menonjol dalam masyarakat dengan sistem ini adalah pengaruh dan dominasi kaum kapitalis. Terkait privatisasi di berbagai bidang ada beberapa alasan yang sering dikemukakan akan pentingnya privatisasi, yakni bahwa sektor publik selama ini tidak efisien, produktivitasnya rendah, serta kinerja pengelolanya yang payah. Dengan dilakukannya privatisasi, secara cepat negara akan memperoleh dana segar dalam jangka pendek serta berharap perolehan pajak atas pengelolaan perusahaan tersebut oleh pihak swasta. Secara ekonomis, kegiatan privatisasi memang memberi peluang lebih efisiennya kegiatan usaha, meningkatnya produktivitas, serta tumbuhnya manajemen yang berkualitas. Kondisi ini pada akhirnya diharapkan dapat menambah pemasukan Negara melalui pajak yang ditariknya. Namun, secara pasti, dengan adanya privatisasi, keuntungan usaha akan jatuh ke tangan swasta. Bahkan, jika swasta itu adalah pihak asing, hasil keuntungannya tentu akan dinikmati oleh pihak asing. Contoh untuk kasus ini bisa dilihat dari penjualan saham Indosat yang jatuh ke tangan pihak asing. Rencana privatisasi telah menimbulkan persoalan baru akibat terjadinya tarik-menarik kepentingan berbagai kalangan dalam penjualan aset tersebut. Hal ini bisa diamati terkait rencana penjualan PT Semen Gresik ke Cemex, Divestasi Bank BCA pada tahun lalu, penjualan saham Indosat, dan sekarang Privatisasi PLN. Adanya asing di balik kebijakan unbundling yang mengarah kepada privatisasi merupakan bukti bahwa pemerintah tunduk pada kebijakan asing. Indonesia sebagai negara berdaulat tentu harus punya kekuatan agar tidak mudah dijajah negera lain yang ingin menguasai Indonesia. Solusi Alternatif 1. Menerapkan politik pro rakyat Nampak jelas ketika terjadi privatisasi kebijakan yang diambil akan menyengsarakan rakyat. Indonesia yang selama krisis moneter bergantung pada IMF harus berani membuat manuver untuk tidak patuh pada kebijakan asing. IMF dengan kebijakannya telah menimbulkan kesengsaraan bagi negeri ini. Jaya (2003) menjelaskan bahwa potret buram IMF di Indonesia Pertama, IMF selalu memaksakan pengetatan fiskal dan moneter jika suatu negara mengalami krisis ekonomi. Pengetatan fiskal tersebut dipaksakan kepada negara berkembang agar ada surplus untuk membayar beban peningkatan utang. Padahal, masing-masing negara memiliki struktur ekonomi dan kompleksitas masalah yang berbeda. Akibatnya, kondisi ekonomi yang sudah memburuk malah semakin terpuruk akibat kebijakan pengetatan fiskal dan moneter yang dianjurkan IMF, terutama pada awal krisis. Kedua, pendekatan dengan penambahan beban utang untuk mendukung posisi neraca pembayaran hanyalah perbaikan yg bersifat semu, tidak real, karena bukan hasil peningkatan aliran modal swasta maupun peningkatan ekspor netto. Karena terus-menerus melakukan pinjaman untuk meningkatkan neraca pembayaran, beban utang meningkat berlipat menjadi Rp 650 triliun (US$ 72 miliar). Ketiga, prasyarat dan rekomendasi kebijakan IMF dalam berbagai Letter of Intent lebih banyak mencakup bidang di luar makroekonomi dan moneter seperti perbankan, pertanian, corporate restructuring, dan industri. Rekomendasi IMF untuk menutup 16 bank pada November 1997 telah menciptakan destabilisasi finansial dan punahnya kepercayaan masyarakat. Akibatnya, ekonomi Indonesia mengalami hard landing, kebangkrutan massal, dan jutaan orang di PHK. Dengan kekuatan politik luar negeri Indonesia dengan tegas menolak segala bentuk penjajahan yang dilakukan IMF. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh pemerintah saja namun seluruh jajaran pemerintahan hendaknya sadar serta bangkit untuk memperbaiki negeri ini. Seleain itu kebijakan yang diambil pemerintah erat kaitannya dengan kebijakan politik. Politik teknologi digunakan untuk merebut dan menguasai teknologi tinggi di balik seluruh instalasi listrik PLN. Politik investasi digunakan agar Negara memiliki ketahanan energi dan politik ekonomi agar semua rakyat dapat memenuhi kebutuhan pelengkapnya. Kebijakan terkait penyediaan ketenagalistrikan pemerintah hendaknya mengupayakan kebijakan yang mendukung rakyat. Sehingga rakyat bisa ikut serta dalam pembangunan menyukseskan electricity for all 2020. 2. Memanfaatkan Energi Alternatif Unbundling yang sebelumnya terjadi kenaikan TDL membuat sebagian orang negeri ini berpikir keras untuk bisa menciptakan energi alternatif yang murah dan sederhana. Berbagai penemuan dilakukan oleh beberapa orang. Sebagai contoh Di tepi Sungai Citarik. Kampung yang gelap gulita dan bergantung pada minyak membuat Haji Oon Saepuloh (76) gundah. Terlebih kampungnya terletak di daerah perbukitan yang sulit dijangkau jaringan listrik PLN. Mendengar deru air Sungai Citarik yang mengalir di pinggir desa, kreativitasnya bertunas. Berbekal hobi mengutak-utik benda-benda elektronik, Haji Oon membuat sebuah kincir air berukuran kecil. Walau aliran sungai tak deras, sudah cukup untuk menggerakkan turbin. Dari kincir air yang diciptakannya beberapa rumah di desanya bisa teraliri listrik (www.kompas.co.id). Dari kalangan akademisi ada Ismun yang menciptakan model kincir air dengan sistem sudu bergerak dan baru pertama ada di Indonesia. Alat penghasil energi listrik yang diciptakan Ir Ismun Uti Adan diujicobakan di Selokan Mataram di kawasan Kadipiro, Margodadi, Seyegan, Sleman. Bentuknya tidak berbeda dengan kincir air kebanyakan. Namun, ketika bergerak sudu (kipas) juga ikut bergerak. Apalagi, saat tekanan air menyentuhsudu, daun mekanik pada turbin membuka sehingga air mengalir lancar di antara rongganya. Kipas turbin kincir ciptaan Ismun yang dipatenkan dengan nomor Paten ID 0.007984 tidak dipasang permanen. Sebanyak 36 kipas yang melekat pada enam buah turbin tersebut hanya dipasang pada salah satu sisi. Prinsip kerjanya seperti kaca nako. Karena itu, saat terkena aliran air, kincir ini bergerak sesuai dengan aliran air. Tenaga yang dihasilkan kincir ciptaan Ismun bisa menghasilkan energi 5 ribu watt. Jika satu rumah menggunakan 200 watt, bisa digunakan untuk 25 rumah (www.jawapos.co.id). Tidak hanya itu Indonesia dengan dengan tanahnya yang subur bisa menghasilkan energi biofuel sebagai pengganti nuklir yang menimbulkan dampak negatif. Teknologi biofuel dengan primadona micro-algae yang berpotensi menghasilkan 58.000 liter minyak/hektar. Melalui lembaga penelitian hendaknya pemerintah memberikan bantuan dana untuk memanfaatkan energi tersebut. Selama ini energi biofuel masih dikembangkan Negara maju, padahal Indonesia yang tropis dan laut luas sangat berpotensi mengembangkannya. Angin, panas matahari, gelombang laut, bio-energi, adalah beberapa alternatif yang bisa digunakan. Beberapa sumber energi tersebut bergantung dengan lokasi tertentu. Tidak semua tempat memiliki sumber energi yang banyak untuk beberapa pilihan tersebut. Gelombang laut dan angin mungkin dapat dimanfaatkan oleh daerah pantai. Dengan adanya pemanfaatan energi alternatif kebutuhan listrik akan terpenuhi, serta dapat membentuk pembangkit listrik yang ideal. Pembangkit yang ideal tidak menimbulkan polusi, sumber energi tersedia dalam jumlah yang banyak, dan dapat dibangun dengan teknologi sederhana. Dengan demikian electricity for all 2020 akan terealisasi dengan baik. 3. Ubah kebijakan ekonomi Ekonomi di Indonesia lebih mengarah pada system ekonomi kapitalis. Hal ini dibuktikan dengan penjualan asset negara ke asing dan lebih mementingkan profit. Perubahan kebijakan perlu dilakukan dengan ekonomi yang benar. Terkait dengan listrik Al-Ansari (2006) mengelompokannya ke dalam pemilikan umum. Kepemilikan umum adalah komoditas yang menjadi hak milik seluruh rajyat, sehingga setiap individu berhak memanfaatkannya, akan tetapi tidak diperkenankan untuk menguasai atau memilikinya sebagai hak pribadi. Sarana umum listrik adalah milik umum dan tidak boleh dikuasai oleh pribadi atau swasta. Oleh karena itu, langkah melakukan privatisasi PLN sejak 10 tahun lalu tidak bisa dibenarkan dan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33. Sebab, dengan privatisasi itu berarti negara menjual aset yang bukan miliknya. Bumi, air, sungai, lautan, tambang-tambang, hutan, jalan-jalan, dan segala sarana dan prasarana umum, termasuk yang dikelola PLN adalah milik umum rakyat Indonesia. PLN sebagai alat Negara adalah hanya pemegang amanah untuk mengelola harta milik umum. Karena itu, dalam kasus unbundling, manakala PLN tidak bisa diefisienkan lagi, maka subsidi harus dipertahankan bahkan ditingkatkan agar ketersediaan listrik untk rakyat bisa dipenuhi. Subsidi tersebut diambil dari hasil ekspolitasi hutan, lautan, tambang-tambang minyak, gas, dan barang-barang tambang lainnya. Dengan itu ada harapan ketersediaan listrik untuk rakyat terwujud dengan baik demi suksesnya electricity for all 2020. 4. Penyatuan BUMN Ketika inefisiensi dipermaslahkan terkait rencana unbundling, idealnya seluruh aktivitas pembangkitan listrik dibuat terpadu, baik dari rantai produksi sejak dari sumber energi primer maupun interkonektivitas antarwilayah. PLN, Pertamina dan PGN disatukan sehingga PLN tidak perlu membeli gas ke Pertamina dengan harga pasar. Demikian juga dengan kapal tanker atau pengangkut batu bara, pabrik-pabrik pembuat mesin listrik dan peralatan tambang serta perhutani yang menguasai hutan pada daerah tangkapan air PLTA pun seharusnya disatukan dengan PLN. Untuk mendukung usaha tersebut pemerintah dapat mempersiapkan insinyur atau anak bangsa yang berkompeten menanganinya. Sehingga bangsa ini mampu menjadi bangsa yang mandiri serta bebas dari krisis energi. DAFTAR RUJUKAN Al-Ansari, Jalal. 2006. Mengenal Sistem Islam dari A sampai Z. Bogor: Pustaka Tariqul Izzah. Al-Islam. Awas, Listrik dalam Bahaya. Edisi 391/XV Al-Islam.UU Kelistrikan merugikan Rakyat. Edisi 112 Al-Khaththath, Muhammad. “Bahaya Privatisasi PLN” . Suara Islam. Edisi 38 tanggal 15 Februari-6 Maret 2008. Balu,V.1997.“Issues and Challenges Concerning Privatisation and Regulation in the Power Sector.” Energy for Sustainable Development III.(6):6-13. Daryoko, Ahmad.”Bahaya Jika PLN Diswastanisai!”. Al-Wai’e. No.91 Tahun VII 1-31 Maret 2008. Jati, Sigit Purnawan. “Privatisasi: Fakta Dan Bahayanya”. Publikasi 11 Januari 2004. www.hayatulislam.net. Jaya, Tun Kelana.”Sejarah Hitam IMF”. Al-Wa’ie edisi 37 tanggal 1-31 September 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.2000.Balai Pustaka. Republika, Edisi 5 September 2002 Dubash, Navroz K.”Restrukturisasi Sektor Ketenagalistrikan:Mungkinkah Mendukung Pembangunan Berkelanjutan? “ dalam “Power Politics: Equity and Environment in Electricity Reform” terbitan World Resources Institute. 2002.Jakarta:Pelangi. “Semangat Cari Energi Alternatif”.www.kompas.co.id, diakses pada 23 Februari 2008. “Terispirasi Cara Kerja Kaca Nako”.www.jawapos.co.id, diakses pada 23 Feburuari 2008. http://www.pelangi.or.id/publikasi/2002/Listrik.pdf+pemecahan+PLN&hl=en&ct=clnk&cd=25&client=opera. http://www.indonesia-ottawa.org/economy/LOI/imf_loi_4.htm, diakses 20 Februari 2008. http://www1.esdm.go.id, diakses pada 20 Februari 2008. http://www.kompas.co.id, akses pada 20 Februari 2008. DAFTAR ISIAN PESERTA I Nama : Hanif Kristianto TTL : Lamongan, 7 Desember 1987 Alamat : Desa Tlogorejo, Sukodadi, Lamongan No. Telepon : 085232528742 E-mail : h_nifk@yahoo.com, hanifjepang05@yahoo.co.jp Status : Mahasiswa Angkatan 2005 NRM : 052104205 Jurusan : Pendidikan Bahasa Jepang Angkatan : 2005 Universitas : Universitas Negeri Surabaya Cita-cita : Ilmuwan dan Guru Motto : Hidup sekali harus berarti DAFTAR ISIAN PESERTA II Nama : Panca Kurniawan Julianto TTL : Surabaya, 30 Juli 1986 Alamat : Jalan Kencana Sari Timur XI/30, Surabaya No. Telepon : 031 5614032/031 60493491 E-mail : pancakurniawanj@walla.com Status : Mahasiswa Angkatan 2005 NRM : 052104036 Jurusan : Pendidikan Bahasa Jepang Angkatan : 2005 Universitas : Universitas Negeri Surabaya Cita-cita : Ilmuwan Motto : Cari harapan raih impian