Terorisme Bukan Jihad Oleh Hanif Kristianto, S.Pd*) Peristiwa pengeboman di hotel JW Marriot dan Ritz Carlton (17 Juli 2009) membuat negeri ini bergejolak lagi. Masih teringat di benak masyarakat Indonesia bahwa aksi tersebut merupakan aksi terror. Tidak dapat dipungkiri tuduhan-tuduhan miring terkait aksi terror dialamatkan pada Jamaah Islamiyah (JI). Tuduhan tersebut tidak hanya berimbas pada JI, namun juga bagi kaum muslim seluruhnya. Bisa dibayangkan pesantren, santri, dan gerakan Islam mulai diawasi oleh pihak keamanan. Hal ini tentu menunjukkan seolah-oleh mereka (pesantren, santri, dan gerakan Islam) adalah teroris. Padahal mereka tidak pernah mengajarkan teror dan kekerasan. Tudingan jika mereka gerakan teroris merupakan salah alamat. Siapa Teroris Sejati? Nampaknya, perlu dikaji ulang siapa yang layak disebut teroris. Jika dilihat peristiwa pembunuhan massal kaum muslim oleh pasukan Amerika di Irak, Afganistan, dan negeri lainnya merupakan tindakan terorisme. Pembunuhan dan pembantaian kaum muslim di Palestina juga tindakan terorisme. Yang menjadi pertanyaan, kenapa mereka (Amerika, Israel, dan sekutunya) tidak disebut terorisme. Ini sungguh tidak adil. Bahkan masyarakat dunia pun seolah diam ketika melihat pembunuhan kaum muslimin. Semenjak peristiwa keruntuhan WTC 9 September 2001, Amerika mulai menggunakan stilah war on terorism (WOT) untuk memerangi teroris. Bukti nyata dapat dilihat pada penyerangan Taliban di Afganistan, pemberantasan gerakan Islam di Pakistan dan Kashmir. Hal ini tentu menunjukkan seolah-olah Amerika polisi dunia yang sanggup memerangi terorisme. Isu WOT nampaknya didukung oleh negara-negara lain. Negara yang mendukung merupakan negara yang dilanda konflik terkait dengan tindakan pengeboman. Indonesia merupakan salah satu negara yang turut andil dalam WOT. Wujud dukungan Indonesia adalah dibuatkan UU Antiteror. Intelejen indonesia disebar di berbagai tempat untuk memantau kegiatan kaum muslim. Bahkan yang lebih mencenganggkan, intelejen asing dengan mudah masuk wilayah Indonesia. Umat Islam seharusnya sadar dan paham bahwa sesungguhnya isu WOT digunakan oleh Amerika dan sekutunya untuk memerangi umat Islam. Tidak ada tujuan lain, selain ingin memerangi Islam. Mendefinisikan Jihad Ada semacam rencana untuk mendistorsi makna jihad setelah peristiwa pengeboman. Jika yang terjadi demikian, hal ini merupakan penyesatan informasi. Secara bahasa, jihad berasal dari kata juhd (jerih payah), yang bermakna thâqah (kemampuan) dan matsaqah (kesukaran). Dari kata juhd juga dibentuk kata mujâhadah. Karena itu, secara bahasa jihâd/mujâhadah bermakna: 1. Mengerahkan kemampuan dan tenaga yang ada, baik dengan perkataan maupun perbuatan (Fayruz Abadi, Kamus Al-Muhîth, kata ja-ha-da.) 2. Mengerahkan seluruh kemampuan untuk memperoleh tujuan (An-Naysaburi, Tafsîr an-Naysâbûrî, XI/126). Di dalam al-Quran jihad dalam makna bahasa ini terdapat, antara lain, dalam (QS al-Ankabut [29]: 69), (QS al-Furqan [25]: 52), (QS al-Furqan [25]: 52) Makna bahasa yang terdapat di dalamnya adalah mujâhadah (perang) terhadap hawa nafsu, setan, dan kefasikan; keberanian menegur keras para penguasa dengan cara menyerunya dan melarangnya; serta kesungguhan dalam mengerahkan segenap kemampuan dalam menunaikan kewajiban-kewajiban atau dalam menjaga taklif-taklif (beban) syariah. Adapun dalam pengertian syar‘î (syariat), para ulama dan ahli fikih (fuqaha) mendefinisikan jihad sebagai: 1. Upaya mengerahkan segenap kemampuan dalam berperang di jalan Allah secara langsung, atau membantunya dengan harta, dengan (memberikan) pendapat/pandangan, dengan banyaknya orang maupun harta benda, ataupun yang semisalnya. 2. Upaya mengerahkan segenap jerih payah dalam memerangi kaum kafir. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara syar‘i, jihad dimaknai dengan al-qitâl (perang), yakni perang dalam rangka meninggikan kalimat Allah. Bahkan itulah yang disebut dengan jihad yang sebenarnya. Di dalam al-Quran, jihad dalam pengertian perang ini terdiri dari 24 kata. (Lihat Muhammad Husain Haikal, Al-Jihâd wa al-Qitâl. I/12). Kewajiban jihad (perang) ini telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam al-Quran di dalam banyak ayatnya. (Lihat, misalnya: QS an-Nisa' 4]: 95); QS at-Taubah [9]: 41; 86, 87, 88; QS ash-Shaf [61]: 4). Bahkan jihad (perang) di jalan Allah merupakan amalan utama dan agung yang pelakunya akan meraih surga dan kenikmatan yang abadi di akhirat. (Lihat, misalnya: QS an-Nisa’ [4]: 95; QS an-Nisa’ [4]: 95; QS at-Taubah [9]: 111; QS al-Anfal [8]: 74; QS al-Maidah [5]: 35; QS al-Hujurat [49]: 15; QS as-Shaff [61]: 11-12. Sebaliknya, Allah telah mencela dan mengancam orang-orang yang enggan berjihad (berperang) di jalan Allah (Lihat, misalnya: QS at-Taubah [9]: 38-39; QS al-Anfal [8]: 15-16; QS at-Taubah [9]: 24). Jihad Defensif dan Jihad Ofensif Dengan menganalisis nash-nash al-Quran maupun as-Sunnah, jihad dalam pengertian perang (al-qitâl) terdiri dari dua macam: (1) Jihad defensif (difâ‘i); (2) Jihad ofensif (hujûmi). Pertama: jihad defensif, yakni perang untuk mempertahankan/membela diri. Jihad ini dilakukan manakala kaum Muslim atau negeri mereka diserang oleh orang-orang atau negara kafir. Contohnya adalah dalam kasus Afganistan dan Irak yang diserang dan diduduki AS sampai sekarang, juga dalam kasus Palestina yang dijajah Israel. Dalam kondisi seperti ini, Allah SWT telah mewajibkan kaum Muslim untuk membalas tindakan penyerang dan mengusirnya dari tanah kaum Muslim. (Lihat, antara lain: QS al-Baqarah 190). Jihad defensif ini juga dilakukan manakala ada sekelompok komunitas Muslim yang diperangi oleh orang-orang atau negara kafir. Kaum Muslim wajib menolong mereka. Sebab, kaum Muslim itu bersaudara, laksana satu tubuh. Karena itu, serangan atas sebagian kaum Muslim pada hakikatnya merupakan serangan terhadap seluruh kaum Muslim di seluruh dunia. Karena itu pula, upaya membela kaum Muslim di Afganistan, Irak, atau Palestina, misalnya, merupakan kewajiban kaum Muslim di seluruh dunia. (Lihat, antara lain: QS al-Anfal [8]: 72). Kedua: Jihad ofensif, yakni memulai perang. Jihad ini dilakukan manakala dakwah Islam yang dilakukan oleh Islam dihadang oleh penguasa kafir dengan kekuatan fisik mereka. Dakwah adalah seruan pemikiran, non-fisik. Manakala dihalangi secara fisik, wajib kaum Muslim berjihad untuk melindungi dakwah dan menghilangkan halangan-halangan fisik yang ada di hadapannya. Inilah pula yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para Sahabat setelah mereka berhasil mendirikan Daulah Islam di Madinah. Mereka tidak pernah berhenti berjihad (berperang) dalam rangka menghilangkan halangan-halangan fisik demi tersebarluaskannya dakwah Islam dan demi tegaknya kalimat-kalimat Allah. Dengan jihad ofensif itulah Islam tersebar ke seluruh dunia dan wilayah kekuasaan Islam pun semakin meluas, menguasai berbagai belahan dunia. Ini adalah fakta sejarah yang tidak bisa dibantah. Bahkan jihad (perang) merupakan metode Islam dalam penyebaran dakwah Islam oleh negara Terorisme Bukan Jihad Dari penjelasan mengenai adab berjihad di atas, jelas sekali bahwa tindakan terorisme (seperti melakukan berbagai peledakan bom ataupun bom bunuh diri bukan dalam wilayah perang, seperti di Indonesia) bukanlah termasuk jihad fi sabilillah. Alasannya: (1) Tindakan tersebut dilakukan bukan dalam wilayah perang; (2) Tindakan tersebut nyata-nyata telah mengorbankan banyak orang yang seharusnya tidak boleh dibunuh. Tindakan ini haram dan termasuk dosa besar (QS al-Isra' [17]: 33; QS. an-Nisa’ [4]: 93; QS an-Nisa' [4]: 29). Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. *) Staf Pengajar Bahasa Jepang SMA Muhammadiyah 4 Surabaya