Kyai berpolitik dan masuk partai? Sebuah pertanyaan besar yang perlu dijawab. Ranah politik di Indonesia memang tidak terlepas dari kyai. Sebut saja peran Sarekat Islam yang juga digawangi oleh beberapa cendekiawan muslim masa itu.    Masa orde baru seolah-olah mendikotomi bahwa kyai jika ingin berpolitik harus di PPP. Yang lebih ironis di masa orde baru ada anggapan bahwa politik itu kotor bagi seorang Kyai, sehingga tidaklah pantas Kyai masuk dunia politik. Kyai lebih baik mengaji, dakwah, dan membimbing umat menuju kebahagiaan dunia-akhirat. Hal itulah yang sering dilontarkan untuk memojokkan peranan Kyai. Angin segar perubahan ke arah reformasi turut memberi sumbangan berharga pada peranan Kyai. Hal ini dibuktikan dengan bermunculan partai Islam yang digawangi cendekiawan dan Kyai. Sebut saja PKNU, PKS, PPP, PBB, PBR, dan PMB.      Sebagaiaman yang diungkapkan KH. Ma’ruf Amin (Pimpinan PKNU) saat memberikan Ceramah di Masjid Abu Bakar Shiddiq Pesantren Tinggi Husnayana Pekayon Jakarta Timur, 10 Agustus 2008. Kyai saat ini harus memaknai politik dengan bijak. Peranan politik Kyai dibuthkan dalam rangka menentukan dan mengatur Negara, dengan demikian Islam sebagai system kehidupan bisa direalisasikan. Melalui politik Kyai bisa ikut serta dalam penyusunan UU yang akan membawa keselamatan bagi umat, serta menyelamatkan Negara ini dari ancaman sekularisme dan liberalisme.       Oleh karena itu jika perujuangan Kyai dalam ranah politik dilandasi oleh ibadah maka tujuan utama bukan mencari jabatan dan kedudukan tapi dia adalah sebagai pelayanan umat. Inilah seseungguhnya perjuangan politik Kyai. Sudah waktunya Negara ini menjadi baik dan dipimpin orang-orang yang amanah. Saatnya Kyai berpolitik? Kenapa tidak! Oleh Hanif Kristianto *Aktifis Gerakan Mahasiswa (GEMA) Pembebasan Universitas Negeri Surabaya-Jawa Timur