Edukasi Politik Bagi Rakyat Untuk Keberlangsungan Pilkada (Studi Pada Fenomena Golput Pilkada Jatim 2008) Indonesia pada tahun 2007 adalah sebuah negara yang stabil dengan suatu sistem pemerintahan yang demokratis dan terdesentralisasi. Berdasarkan pada pemilihan umum pertama yang jujur dan adil pada tahun 1999, Indonesia sejak saat itu telah secara jelas melakukan konsolidasi demokrasinya, melalui serangkaian pemilihan umum nasional yang berurutan pada tahun 2004 dan ratusan pemilihan di tingkat daerah sejak tahun 2005. Pada tahun 2007, Freedom House menyebut Indonesia sebagai satu-satunya negara bebas dan demokratis di Asia Tenggara (www.asiafoundation.org). Keberhasilan pemerintah dalam menjalankan pemilu diterapkan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung. Pemilihan dilakukan di tingkat kabupaten dan propinsi. Menurut Yusanto (2005), latar belakang diadakan Pilkada secara langsung adalah akibat dari adanya pengalaman buruk pada masa lalu, yaitu ketika hak memilih kepala daerah ada pada anggota DPRD. Anggota DPRD dinilai gagal mengemban amanah itu. Kewenangan memilih kepala daerah dimanfaatkan untuk kepentingan diri dan partainya. Bahkan hak suara bisa dibeli oleh para calon kepala daerah. Akibatnya, kepala daerah yang mampu membeli suara itulah yang menang. Pilkada secara langsung dinilai lebih mencerminkan kedaulatan rakyat, karena rakyat sendirilah yang secara langsung memilih pemimpin daerahnya. Ada fenomena menarik dalam pencapaian keberhasilan Pilkada. Berdasar pada catatan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dari 26 Pilkada tingkat provinsi yang berlangsung sejak 2005 hingga 2008 ada 13 pemilu gubernur dimenangi golongan putih (golput). Hal ini menunjukan jumlah dukungan suara bagi gubernur pemenang Pilkada kalah daripada jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya (al-Wa’ie No.97 September 2008). Pelaksanaan Pilkada di Jawa Timur (Jatim) tidak berbeda dengan Pilkada di daerah lain. Pilkada Jatim dalam memilih gubernur dan wakil gubernur tidak luput dari golput. Ketidakpercayaan masyarakat Jawa Timur terhadap pesta demokrasi Pilkada menunjukan angka yang cukup fantastis. Jumlah golput pada Pilihan gubernur (Pilgub) pada 23 Juli 2008 adalah 38,37% suara atau 11.152.406 juta penduduk tidak menggunakan hak pilihnya. Jumlah suara sah menurut catatan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jatim adalah 17.014.266, sedangkan suara tidak sah ada 895.045 suara. Total pemilih Pilgub Jatim sebanyak 29.061.718 penduduk. Jika melihat rendahnya tingkat partisipasi masyarakat akan membuat legitimasi gubernur dan wakil gubernur terpilih sangat rendah di mata masyarakatnya sendiri. Hal ini juga bisa mempengaruhi dalam proses pemilu pada 2009 (al-Wa’ie No.97 Setember 2008). Dari data tersebut ada sedikit perbedaan dengan data yang dikeluarkan oleh Republika dengan Quick Count dan Kompas. Perbedaan tersebut terjadi pada selisih hasil. Gambar 1 (Sumber Republika 24 Juli 2008) Gambar 2(sumber Kompas 24 Juli 2008) Keadaan tersebut menunjukan bahwa proses pendidikan politik di negeri ini belum dilaksanakan. Upaya pencerdasan rakyat melalui politik tidak pernah terlihat dari partai manapun. Partai hanya peduli pada rakyat menjelang Pilkada digelar. Sebelum proses Pilkada partai tidak banyak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan rakyat. Atas dasar itulah dibutuhkan pendidikan politik berbasis masyarakat dalam peningkatan taraf berfikir. Adapun yang mempunyai kewenangan dan kemampuan dalam memberikan pendidikan politik adalah parta politik. Hal tersebut didasarkan karena partai politik mempunyai peranan dalam kesuksesan Pilkada. Jika taraf berpikir masyarakat dalam politik baik maka proses pemilihan pemimpin akan berhasil dengan baik. Demokratisasi di daerah Kemunculan demokrasi di daerah adalah akibat dari otonomi daerah. Daerah diberikan kebebasan dalam mengatur segala urusan. Peran pemerintah pusat tidak begitu dominan. Senada dengan hal tersebut Smith (1998:85-86) berpendapat bahwa munculnya perhatian terhadap transisi demokrasi di daerah berangkat dari suatu keyakinan bahwa adanya demokrasi di daerah merupakan prasyarat bagi munculnya demokrasi di tingkat nasional. Pendapat seperti ini adalah asumsi jika di daerah terjadi perbaikan maka secara otomatis akan ada perbaikan kualitas di tingkat nasional. Smith memperkuat pendapatnya setelah melakukan studi di sejumlah negara. Ada empat alasan yang diberikan: 1. Demokrasi di pemerintah daerah merupakan ajang pendidikan politik yang relevan bagi warga negara di dalam suatu masyarakat demokratis. 2. Pemerintah daerah dipandang sebagai pengontrol pemerintah pusat yang berlebihan dan cenderung anti-demokratis di dalam suatu pemerintahan yang terpusat. 3. Demokrasi di daerah dianggap mampu menyuguhkan kualitas partisipasi yang lebih baik dibandingkan jika tejadi di tingkat nasional. Partisipasi politik di daerah memungkinkan deliberative democracy, yaitu adanya komunikasi langsung di dalam berdemokrasi 4. Kasus di Kolumbia menunjukkan bahwa legimitasi pemerintah pusat akan mengalami penguatan ketika pemerintah pusat melakukan reformasi di tingkat lokal. Kemunculan gagasan Pilkada merupakan proses lanjut dari keinginan kuat untuk memperbaiki kulaitas demokrasi di daerah. Hal tersebut selaras dengan pendapat Robert A. Dahl (dalam Marijan: 2007) demokrasi ada tidak hanya untuk mencegah kemunculan tirani, namun juga untuk memenuhi beberapa tujuan diantaranya adalah terwujudnya hak esensial individu, terdapat kesamaan politik, kemunculan moral otonomi, terdapatnya kesempatan untuk menentukan posisi diri individu, dan kesejahteran. Pendapat tersebut berbeda dengan yang dikemukakan oleh Aristoteles seorang pemikir politik Empiris-Realis yang juga murid Plato di zaman Yunani klasik. Menurut Aristoteles (1959) bila negara dipegang oleh banyak orang (lewat perwakilan) dan bertujuan hanya demi kepentingan mereka, maka bentuk negara itu adalah demokrasi. Demokrasi seakan memiliki konotasi negatif yakni sebagai bentuk negara yang buruk (nation bad). Negara demokrasi memiliki sistem pemerintahan oleh orang banyak, satu sama lain memiliki perbedaan (atau pertentangan) kepentingan, perbedaan latar belakang sosial ekonomi, dan perbedaan tingkat pendidikan. Pemerintahan yang dilakukan oleh sekelompok minoritas di dewan perwakilan yang mewakili kelompok mayoritas penduduk itu akan mudah berubah menjadi pemerintahan anarkhis, menjadi ajang pertempuran konflik kepentingan berbagai kelompok sosial dan pertarungan elit kekuasaan. Perbedaan-perbedaan tersebut menjadi kendala bagi terwujudnya pemerintahan yang baik. Konsensus sulit dicapai dan konflik mudah terjadi. Pilkada yang diharapkan mampu melahirkan pemimpin yang terpercaya tidak terwujud. Pandangan masyarakat terhadap pelaksanaan Pilkada menambah deret permasalahan dalam bentuk pemilihan pemimpin. Rakyat menilai bahwa suara mayoritas yang digunakan dalam pemilihan tidak mengakomodasi kepentingan rakyat. Malahan suara mayoritas digunakan untuk menduduki jabatan yang digunakan segelintir orang. Analisis Golput Jika dianalisis secara psikologis ada beberapa hal yang mendukung tingginya tingkat golput pada masyarakat. (1) kejenuhan masyarakat terhadap aktifitas pemilihan pemimpin secara langsung. Ada anggapan pemiihan pemimpin secara langsung adalah monoton. Proses pemilihan dari tingkat pemerintah dasar yakni kepala desa sampai gubernur sama. Serta masyarakat hanya dijadikan ‘anak bawang’ yang belum tentu aspirasi suaranya didengar dan dijalankan oleh pemenang dalam pemilihan pemimpin secara langsung. (2) pembelajaran politik yang dilakukan oleh partai politik yang ada bersifat sesaat. Rakyat merasa dibutuhkan hanya menjelang pemilihan, akibatnya muncul sikap apatis dan ketidakpercayaan pada partai politik yang ada. (3) pemimpin yang terpilih cenderung abai terhadap janji-janji politik yang diucapkan sewaktu kampanye. Ketidakmampuan pemimpin terpilih dalam menjalankan janji-janjinya semakin menambah ketidakpercayaan masyarakat. Besarnya angka golput pada Pilkada Jatim 23 Juli 2008 membuktikan bahwa adanya massa mengambang. Dalam bahasa sosiologi politik massa mengambang menunjukkan sekelompok orang yang tidak menentukan pilihan kepada suatu partai atau calon tertentu dalam suatu pemilihan (Yulianto, Al-Wai’e No.97 Setember 2008). Lebih lanjut, minimnya partisipasi masyarakat dapat dibagi dalam beberapa hal yang dapat dicermati dari Pilkada Jatim 23 Juli 2008. 1. Angka golput yang tinggi menunjukkan bahwa masyarakat saat ini makin apatis terhadap pesta demokrasi untuk memilih pemimpin daerah. Dana trilyunan rupiah yang dikucurkan untuk Pilkada terbuang percuma. Pemimpin yang terpilih tidak mampu mewujudkan perbaikan tingkat kehidupan masyarakat. Justru yang mendapat perbaikan hanya terbatas pada pemimpin dan keluarganya serta partai-partai yang menjadi pendukungnya saat Pilkada. 2. Fenomena golput juga dapat menjadi peringatan bagi setiap parpol (partai politik), karena kondisi parpol saat ini mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat. Masyarakat sudah mulai memahami bahwa keberadaan parpol lebih identik dengan kuda tunggangan komersial. Bukan rahasia umum jika setiap orang yang berhasrat berkuasa lewat jalur Pilkada, mereka harus mengeluarkan ratusan juta bahkan milyaran rupiah untuk menyewa parpol. Kalau bukan dalam bentuk tunai bisa juga berupa komitmen pemberian sesuatu yang lain yang tidak kalah tinggi nilai ekonomisnya apabila mereka berhasil merebut tampuk kekuasaan. 3. Koalisi partai yang mendukung calon pemimpin dibangun atas dasar kepentingan bukan lagi garis perjuangan partai. Padahal di tengah-tengah masyarakat mereka sering menggembor-gemborkan garis perjuangan partai terutama saat kampanye. Parpol-parpol telah terjebak atau menjebakkan diri ke dalam pragmatisme yang bertumpu pada kepentingan sesaat. 4. Alasan unttuk golput memang beragam, ada yang hanya bersifat alasan teknis, misalnya saat pencoblosan sedang pergi bekerja sehingga tidak memberikan suaranya. Ada pula yang diakibatkan oleh alasan ideologis, misalnya para calon tidak ada yang secara eksplisit dan serius akan menyandarkan kebijakannya pada ideologi tertentu. Alasan teknis menunjukkan bahwa masyarakat menganggap Pilkada bukanlah hal yang penting bagi mereka. Andaikata hal itu dinilai penting apalagi bisa memberikan harapan untuk perbaikan, tentu masyarakat akan berduyun-duyun menuju tempat pemungutan suara. Adapun yang mempunyai alasan ideologis karena menganggap bahwa perubahan menuju perbaikan hanya mungkin dilakukan jika aturan yang benar dan sesuai dengan kebtuhan manusia dijadikan landasannya. Sehingga harapan menuju perbaikan kian hampa jika perbaikan yang terjadi hanya pada perubahan personil pemimpin tanpa disertai perubahan sistem. 5. Para pengambil kebijakan di negeri ini (eksekutif, legislatif, yudikatif, parpol) telah menjadikan politik dan ekonomi berjalan di atas rel rusak kapitalisme. Sistem ini telah menyuburkan praktek politik oportunistik yang hanya mengabdi pada kepentingan pribadi, kelompok, dan partainya. Sementara itu rakyat hanya menjadi alat legalitas untuk meraih kekuasaan melalui Pilkada. Sementara fakta buruk dalam ekonomi, sistem ini telah memberikan keleluasaan kepada para pemilik modal untuk menguasai berbagai sumber kekayaan pemerintah. Pada kondisi seperti ini terjadi kolusi antara penguasa dan pengusaha yang menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat. 6. Konsekuensi logis bagi masyarakat untuk mengakhiri kesengsaraan. Selama ini masyarakat yang hidup di tempat dengan sumber daya alam melimpah tidak dapat menikmati kekayaan sumber daya alam. Mereka menginginkan kekayaan sumber daya alam dapat dinikmati untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Tingginya angka golput sebagaimana menurut Marijan (2008) dikarenakan masyarakat jenuh. Selain itu partai tidak mencalonkan figur dari anggota partai sendiri sehingga kader dan simpatisan merasa enggan mendukung figur dari partai lain. Hal ini bisa dilihat dari dukungan kepada para calon gubernur dan wakil gubernur. Pasangan Kaji (Kofifah dan Mujiono) adalah pasangan yang mendapat dukungan dari PPP, Partai Patriot, dan beberapa partai kecil lainnya. Kofifah bukan merupakan kader dari PPP, sedangkan Mujiono adalah mantan Kasdam V Brawijaya. Hal yang sama bisa dilihat dari pasangan Karsa (Soekarwo dan Saifullah Yusuf). Pasangan ini didukung oleh PAN dan PKS. Kedua calon bukanlah kader dari PAN dan PKS. Tingginya golput juga disertai alasan teknis. Sebagaimana diungkapkan Fifajanti (2008) anggota Panitia Pengawas (Panwas) Pilgub Jatim 23 Juli 2008 di Mojokerto banyak warga yang sudah meningggal, pindah domisili, bahkan anak di bawah usia lima tahun (balita) masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT). Beberapa analisis tersebut mencerminkan kondisi politik di Jatim. Masyarakat mulai sadar bahwa perubahan keadaan di Jatim tidak hanya karena figur pemimpin tapi juga adanya perubahan sistem yang lebih baik. Kondisi golput dianggap sebagai hak bukan kewajiban. Sehingga masyarakat menggunakan haknya atau tidak diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Proses politik dalam Pilkada tidak boleh ada pemaksaan dan intervensi pada masyarakat. Jika kondisi masyarakat apatis terhadap politik dan perubahan menuju ke arah pemerintahan yang lebih baik kurang, maka perlu pendidikan politik (edukasi politik). Dalam memberikan pendidikan politik partai politik mempunyai peran yang penting. Peran Partai Politik Partai politik adalah perkumpulan segolongan orang-orang yang seasas, sehaluan, setujuan (terutama di bidang politik); perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi politik tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:649-650). Senada dengan hal tersebut partai politik didefinisikan sebagai suatu kelompok terorganisasi yang angota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai dan cita-cita sama (Budiharjo dalam Ardiyansyah, 2008:14). Tujuan partai politik adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untk melaksanakan kebijakan-kebijakan partai. Ada empat fungsi partai politik yaitu fungsi agregasi, edukasi, artikulasi, dan rekrutmen (Neumann dalam Ardiyansyah, 2008:14) Jika mengetahui kondisi masyarakat yang semakin apatis terhadap politik parpol seharusnya koreksi diri. Berbenah dari segi internal merupakan hal yang dapat dilakukan. Perbaikan internal bisa dimulai dari visi dan misi yang diperjuangkan. Kemudian melihat gerak di tengah-tengah masyarakat selama ini dan meningkatkan kemampuan kader partai. Agar parpol perjuangan terarah dengan baik hendaknya parpol berideologi atau disebut parpol ideologis. Selama ini parpol terlihat kabur ideologi yang diemban. Edukasi Politik Tugas utama partai politik adalah memberikan pendidikan politik. Pendidikan politik diberikan secara intensif dan tersusun. Artian umum pendidikan politik adalah cara bagaimana suatu bangsa mentransfer budaya politiknya dari generasi yang satu ke generasi kemudian (Panggabean, 1994). Adapun budaya politik adalah keseluruhan nilai, keyakinan empirik, dan lambang ekspresif yang menentukan terciptanya situasi di tempat kegiatan politik terselenggara. Pendidikan politik sebagai proses penyampaian budaya politik bangsa, mencakup cita-cita politik maupun norma-norma operasional dari sistem organisasi politik yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan politik perlu ditingkatkan sebagai kesadaran dalam berpolitik akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, sehingga masyarakat diharapkan ikut serta secara aktif dalam kehidupan kenegaraan dan pembangunan. Pendidikan politik mengupayakan penghayatan atau pemilikan terhadap nilai-nilai yang meningkat dan akan terwujud dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam hidup kemasyarakatan termasuk hidup kenegaraan serta berpartisipasi dalam usaha-usaha pembangunan sesuai dengan fungsi masing-masing. Dengan kata lain pendidikan politik menginginkan agar masyarakat berkembang menjadi warga negara yang baik, yang menghayati nilai-nilai dasar yang luhur dari bangsanya dan sadar akan hak-hak dan kewajibannya di dalam kerangka nilai-nilai tersebut. Pendidikan dalam sistem yang ada ditempatkan dalam posisi yang sangat sentral. Secara ideal pendidikan dimaksudkan untuk mendidik warga negara tentang kebajikan dan tanggung jawab sebagai anggota civil society. Pendidikan dalam artian tersebut merupakan suatu proses yang panjang sepanjang usia seseorang untuk mengembangkan diri. Proses tersebut bukan hanya yang dilakukan dalam lingkungan pendidikan formal seperti sekolah tetapi juga meliputi pendidikan dalam arti yang sangat luas melibatkan keluarga dan juga lingkungan sosial. Lembaga-lembaga pendidian harus mencerminkan proses untuk mendidik warga negara ke arah suatu masyarakat sipil yang kondusif bagi berlangsungnya demokrasi dan sebaliknya harus dihindarkan sejauh mungkin dari unsur-unsur yang memungkinkan tumbuhnya hambatan-hambatan demokrasi (Arfani dalam Suhartono dkk, 2008). Selain membicarakan masalah kesadaran berpolitik, maka perlu pemahaman pula apa yang dimaksud dengan pengertian budaya politik, menurut Budiardjo (1982:17) konsep budaya politik ini berdasarkan keyakinan, bahwa setiap politik itu didukung oleh suatu kumpulan kaedah, perasaan dan orientasi terahadap tingkah laku politik Beberapa unsur yang dilakukan parpol dalam mencerdaskan politik masyarakat. 1. Pembinaan Intensif Pembinaan intensif adalah merupakan kegiatan politik untuk mencetak kader-kader politik. Secara sistematis dan berkelanjutan kader-kader ini dibina oleh partai politik sehingga mereka menjadi orang yang siap dan mampu mewujudkan cita-cita partai politik. Mereka tidak hanya mampu dari segi ide, tapi juga mampu untuk berkorban demi perjuangan partai. Hal ini merupakan aktifitas yang sangat penting dan mendasar dalam politik. Sebab, perubahan akan terjadi di tengah masyarakat jika kader yang dibina melakukan perbuatan nyata dalam aktifitas politik. Aktifitas kader adalah melakukan perubahan di masyarakat sebagaiman yang diinginkan partai. Oleh karena itu melalaikan amal politik ini akan menyebabkan kegagalan partai untuk meraih tujuannya. Upaya untuk menciptkan kader politik tidak boleh berhenti. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan merekrut masyarakat di sekitarnya. Kemudian dibina menjadi kader politik. Pembinaan dilakukan secara intensif, serius, dan terarah. Harapan dari adanya pembinaan adalah masyarakat siap berjuang bersama-sama partai dalam menciptakan kondisi yang ideal dalam kehidupan. Sehingga masyarakat mempunyai karakter masyarakat yang ideologis dan matang secara politik. Aktifitas pembinaan intensif dapat dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi di suatu tempat. Aktifitas ini dikolalah dengan baik dan pemberian materi politik secara sistematis. 2. Pembinaan Umum Pembinaan umum ini dilakukan untuk membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya politik dalam kehidupan. Masyarakat hendaknya diberikan pemahaman bahwa politik bukan alat untuk mencari kekuasaan. Politik adalah salah satu cara dalam mengurusi urusan rakyat. Pembinaan dilakukan dengan memahamkan ideologi partai yang benar serta menjadikan ideologi partai untuk diemban. Hal yang terpenting dalam pembinaan umum adalah masyarakat mengetahui sistem pemerintahan yang ada dan akan mengoreksi kebijakan pemerintah yang salah. Membangun kesadaran masyarakat ini adalah sangat penting. Sebab tidak akan terjadi perubahan yang mendasar di tengah-tengah masyarakat kalau tidak terjadi perubahan kesadaran masyarakat. Pembentukan pemerintahan yang sistematis tentu melalui masyarakat dan didukung sepenuhnya oleh masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar pemerintahan yang dibangun didasarkan pada meikiran matang dan bukan dengan sikap emosional sesaat. Kewajiban parpol adalah terjun di tengah-tengah masyarakat. Parpol menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi dalam sebuah pemerintahan. Tidak cukup hanya itu saja masyarakat harus dijelaskan tentang ide-ide yang membahayakan persatuan dan keruntuhan sebuah pemerintahan. Dijelaskan pula kerusakan aturan-aturan dalam berbagai bidang yang menyengsarakan manusia. Adapun cara praktisnya dapat dilakukan lewat berbagai teknis dan perantara. Sebagai contoh aktifitasnya dapat dilakukan melalui pengajian-pengajian umum, khutbah jum’at, seminar, diskusi publik, debat terbuka. Termasuk lewat media masa seperti radio, televisi, surat kabar, majalah dan lainnya. Dari aktifitas ini kemudian akan muncul kesadaran masyarakat untuk diatur oleh peratutan yang sesuai dengan aturan manusia dan selaras dengan kehidupan. Kesadaran masyarakat ini yang mendorong mereka untuk menuntut perubahan sistem jika sistem yang ada tidak sesuai dan salah. 3. Pergolakan Pemikiran Perubahan masyarakat haruslah diawali dengan perubahan pemikiran di tengah-tengah masyarakat tersebut. Agar berubah, masyarakat harus tahu bahwa pemikiran yang selama ini mereka anut dan percayai adalah keliru dan rusak, bahkan membahayakan mereka sendiri. Untuk itu tentu saja harus dijelaskan letak kerusakan ide tersebut dan bahayanya kepada masyarakat. Disinilah letak penting pergolakan pemikiran sebagai amalan politik untuk merubah masyarkat. Pergolakan pemikiran ini dilakukan dengan cara mementang ide-ide yang salah, pemahaman yang keliru di tengah masyarakat. Dijelaskan kekeliruannya dan pertentangannya dengan pemikiran yang benar. Penjelasan tersebut disertai dengan ketentuan hukum yang ada. Pergolakan pemikiran ini adalah amalan politik yang sangat nyata. Parpol mengecam kebijakan yang ada jika bertentangan dengan peraturan. Sebagai contoh jika ada asset daerah yang dijual kepada pengusaha asing maka parpol bersama masyarakat menyatakan penolakannya. Tidak hanya itu jika ada undang-undang yang merugikan masyarakat maka parpol dengan kekuatan politik melakukan koreksi dan memberikan solusi. Dalam konteks sekarang, aktifitas politik ini dilakukan dengan menjelaskan ide-ide dan aturan-aturan rusak yang diyakini masyarakat. Karena itu harus dijelaskan kekeliruan ide-ide yang salah. Dijelaskan pula bahayanya bagi masyarakat. Bersamaan dengan itu dijelaskan pula bagaiman solusi tepat dalam perkara tersebut. Secara praktis aktifitas ini bisa dilakukan lewat ceramah-ceramah, khutbah jumat, seminar, menerbitkan tulisan (buletin, majalah,koran) dan lain-lain. Dari aktifitas ini diharapkan masyarakat memiliki kesadaran tentang kerusakan ide-ide salah yang selama ini ada. Pada gilirannya mereka akan mencampakkan ide-ide tersebut dan menggantikannnya dengan ide yang benar. Semua ini akan bermuara pada kesadaran masyarakat untuk mewujudkan sistem yang baik. 4. Perjuangan Politik Sebuah sistem politik (negara atau masyarakat) akan berjalan selama rakyat masih percaya kepada penguasanya untuk mengatur kehidupan mereka. Jika sistem yang diterapkan rusak maka dirubah. Untuk merubah sistem tersebut haruslah diputus kepercayaan rakyat terhadap penguasanya. Untuk itu harus dijelaskan dan dibongkar kerusakan penguasa yang ada, pengkhianatan mereka terhadap rakyat, ketidakbecusan mereka mengurus rakyat. Termasuk menjelaskan persekongkolan mereka dengan negara-negara musuh imperialis yang melestarikan derita rakyat. Aktifitas inilah yang disebut perjuangan politik. Amal politik ini tampak dari penentangan partai tersebut terhadap negara-negara imperialis dalam rangka memerdekaan masyarakat dari belengu penjajahan mereka. Membebaskan masyarakat dari tekanan dan pengaruhnya, serta mencabut akar-akarnya baik berupa pemikiran, budaya, politik, ekonomi, maupun militer dari negeri yang terjajah. Termasuk dalam amal politik ini adalah menentang penguasa, mengungkap pengkhianatan mereka, melancarkan kritik kontrol, dan koreksi terhadap mereka. Serta berusaha mengganti mereka apabila mereka melanggar hak-hak masyarakat. Hal ini dilakukan dengan menjelaskan kebobrokan penguasa. Jika pemaerintah otoriter maka parpol melakukan koreksi agar pemerintah mengetahui hak dan kewajibannya. Amal praktis yang bisa dilakukan saat ini bisa dengan memilih strategi misalnya seminar, diskusi, unjuk rasa damai, ceramah-ceramah, debat politik atau media-media lainnya. 5. Mengadopsi Kepentingan Masyarakat Perubahan masyarakat pada dasarnya ditentukan oleh sikap masyarakat terhadap penguasa mereka yang menerapkan berbagai kebijakan atas mereka dan sikap mereka terhadap partai politik yang menginginkan terjadinya perubahan. Untuk itu parpol haruslah menjelaskan kepada masyarakat bahaya setiap kebijakan dari penguasa yang ada, kekeliruannya dan pertentangannya dengan kehidupan. Sementara itu, masyarakat juga harus melihat dan menyaksikan sendiri, bahwa parpol yang mengkoreksi tersebut memang mampu memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan mereka. Masyarakat harus melihat bahwa parpol yang ingin melakukan perubahan tersebut memang layak untuk memimpin mereka, karena kemampuan mereka menyelesaikan persoalan hidup rakyat. Disinilah letak penting mengadopsi kepentingan masyarakat sebagai amal politik. Tampak dari aktifitas ini adalah upaya parpol untuk mengawasi dan mengkoreksi setiap kebijakan penguasa yang menyimpang. Dijelaskan bahayanya bagi masyarakat dan bagaimana solusi terhadap persoalan tersebut. Seperti mengkritik kebijakan kenaikan bbm, biaya pendidikan, transportasi, undang-undang anti terorisme dan lain-lain. Sekaligus akan menghilangkan kepercayaan mereka terhadap penguasa mereka yang memang tidak layak. Jelas ini akan memperkuat kesadaran masyarakat untuk mengganti sistem rusak yang ada di tengah-tengah mereka dengan sistem baik. Lewat seminar, unjuk rasa damai, pengiriman utusan kepada penguasa atau parlemen, penyebaran buletin dan selebaran adalah cara-cara yang bisa dipilih. Dari aktifitas ini masyarakat akan melihat bagaimana kehirauan dan kesiapan parpol untuk memecahkan persoalan mereka. 6. Meraih Dukungan Setiap sistem politik pastilah terdapat orang-orang yang kuat dan berpengaruh, maka sikap orang-orang yang berpengaruh ini jelas sangat menentukan keberhasilan perjuangan untuk menegakkan pemerintahan yang baik. Penerimaan mereka terhadap ide yang diemban yang disertai dengan kesadaran masyarakat akan mempercepat tegaknya sebuah sistem yang baik. Sebaliknya, penolakan mereka akan menghambat keberhasilan tersebut. Untuk itu meraih dukungan dari tokoh penting dalam masyarakat adalah sangat penting. Dari tokoh-tokoh pengaruh ini bisa diperoleh dua hal: perlindungan terhadap perjuangan yang diemban dan kekuasaan. Tidak hanya menyadarkan masyarakat, aktifitas parpol juga terus berupaya melalukan aktifitas untuk meraih dukungan kepada orang-orang atau kelompok kuat strategis. Hal ini tampak jelas dari aktifitas parpol untuk mendatangai pemimpin-pemimpin kelompok masyarakat maupun ormas. Inilah kunci keberhasilan dalam perubahan dan kesadaran masyarakat untuk mendukung perjuangan parpol. Dalam konteks sekarang amal politik ini dilakukan dengan kunjungan dan mencari dukungan dari kelompok-kelompok kuat dan strategis di tengah masyarakat. Kelompok kuat yang ada di tengah-tengah masyarakat adalah kelompok militer. Secara praktis hal ini dapat dilakukan dengan mengkontak tokoh-tokoh penting militer dengan berbagai cara atau mengirim utusan kepada mereka. Mengajak mereka berdialog agara mereka mendukung penuh perjuangan parpol. Hal ini bukan berarti menjadikan militer sebagai tunggangan politik. Jika militer jadi tunggangan politik maka akan timbul pemerintah otoriter yang sewenang-wenang. Pendidikan politik tidak hanya dibebankan pada parpol, tapi juga pada seluruh elemen masyarakat. Elemen masyarakat terebut adalah LSM, Ormas, Kelompok Kajian, Majlis Taklim, dan Perkumpulan-perkumpulan. Dukungan utama adalah dari negara. Negara sebagai pengayom masyarakatnya berkewajiban memberikan pendidikan politik yang layak. Peran Negara dapat ditunjukan dengan kekuatan yang lebih besar. Negara bisa masuk melalui segala bidang dalam memberikan pendidikan politik. Bidang terpenting adalah bidang pendidikan. Unsur-unsur politik dapat dimasukan dalam kurikulum yang terintegrasi dalam pelajaran. Sekolah dan kampus dijadikan tempat pendidikan dan pengkaderan politik. Harapan yang ingin dicapai adalah kecerdasan politik masyarakat. Negara tidak perlu khawatir akan kebijakannya, karena fungsi dari masyarakat adalah pengoreksi jalannya pemerintahan. Sikap demikian menunjukkan bahwa pemerintah bukan bertindak otoriter. Kebijakan yang diambil seharusnya kebijakan yang mengandung maslahat sehingga masyarakat dapat hidup sejahtera. Berikut adalah gambaran negara, Parpol, dan lembaga lain dalam memberikan politik pada masyarakat.   : garis perintah : garis kerjasama : garis kerja langsung Pendidikan politik yang dilakukan negara erat kaitannya dengan pemerintah daerah. Hendaknya pemerintah daerah juga aktif dalam memberikan pendidikan politik terkait sebuah sistem pemerintahan yang ada di daerah. Harapannya masyarakat mengetahui tata aturan dan sistem yang ada agar pemimpin daerah menjalankan amanahnya dengan baik. Peran serta masyarakat yang mempunyai kecerdasan politik akan mampu mengembangkan daerah dengan tata politik yang kondusif.   Kesimpulan Pemaparan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pilkada yang diaksanakan sebagai demokratisasi di daerah belum maksimal dan membaik. Hal ini ditunjukan dengan partisipasi masyarakat dalam Pilkada kurang. Bukti nyata adalah golput memenangi Pilkada. 2. Peran partai politik kurang maksimal karena parpol hanya mendekati masyarakat menjelang diadakan Pilkada. 3. Ada bebrapa hal yang menyebabkan masyarakat golput: apatis pada politik, kepercayaan pada parpol menurun, hal teknis, parpol dan pemegang pemerontahan kurang amanah, konsekuensi logis bagi masyarakat yang ingin bebas dari keterpurukan. 4. Kunci adanya kecerdasan politik dan perubahan adalah adanya kader, kesadaran rakyat, dan dukungan tokoh strategis dan kuat di masyrakat. Ketiga komponen tersebut tidak boleh berlepas dari perjuangan partai politik dalam melakukan pendidikan politik. Saran 1. Parpol memberikan pendidikan politik yang sistematis dan terarah, sehingga masyarakat mengetahu perjuangan dalam membangun pemerintahan. 2. Perlu adanya pencerdasan politik rakyat. Beberapa hal yang bisa dilaksanakan adalah memberikan pembinaan intensif, pembinaan umum, pergolakan pemikiran, perjuangan politik, mengadopsi kepentingan masyarakat, dan meraih dukungan dari tokoh masyarakat. 3. Peran negara dalam memberikan politik tidak dapat diabaiakan. Oleh karena itu negara wajib memberikan pendidikan politik karena itu adalah hak tiap masyarakat. 4. Peran pemerintah daerah di tingkat lokal lebih intensif dalam memberikan pendidikan politik. Pemerintah daerah menghidupkan kembali masjlis taklim, khutbah Jumat, acara-acara keagamaan, dan di berbagai kesempatan untuk menghidupkan proses pendidikan politik. Penyadaran pada masyarakat agar ikut serta dalam mendukung pemerintahan yang lebih baik tidak boleh berhenti.  Daftar Pustaka Al-Wa’ie.Golput dan Kegagalan Partai Politik. No.97 September 2008 Ardiyansyah. “Kontruksi Parpol Islam Ideologis.” Al-Wa’ie no.90 Febrari 2008. Aristoteles. 1959. Politics, The Athenian Constitutio. Translated by John Warrington, J.M. Dent and Sons. Ltd,. Budiharjo, Miriam. 1982. Masalah Kenegaraaan. Jakarta: PT Gramedia. Fifajanti. Golput Menangi Pilgub Jatim. 2008. (http// www.suarapembaruan.com, diakses 21 Oktober 2008). Marijan, Kacung.2008. (http// www.suarapembaruan.com, diakses 21 Oktober 2008). Marijan, Kacung. Pilkada Langsung: Resiko Politik, Biaya Ekonomi, Akuntabilitas Politik, dan Demokrasi Lokal. Makalah In-House Discussion Dialog Partai Politik yang diselenggarakan oleh Komutas Indonesia untuk Demokrasi (KID) di Jakarta 16 November 2007. (http// www.komunitasdemokrasi.or.id, diakses 16 Oktober 2008). Kompas, 24 Juli 2008 Kamus Besar Bahasa Indonesia.1989. Jakarta: PT Balai Pustaka. Pangabean.1994.Pendidikan Politik dan Kaderisasi Bangsa. Jakarta: Sinar Harapan. Republika, 24 Juli 2008 Suhartono, dkk.2008. Penelitian Tingkat Kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada:suatu refleksi School Based Democracy (Studi Kasus Pilkada Banten dan Jabar).(hart@mail.ut.ac.id) Yulianto.”Fenomena Golput”. Al-Wa’ie No.97 Setember 2008 Yusanto, Muhammad Ismail. “Pilkada Langsung Bukan Jaminan.”Al-Wa’ie no.59 Juli 2005. www.asiafondation.org, diakses pada 16 Oktober 2008.   DAFTAR ISIAN PESERTA I Nama : Hanif Kristianto TTL : Lamongan, 7 Desember 1987 Alamat : Desa Tlogorejo, Sukodadi, Lamongan No. Telepon : 085232528742 E-mail :h_nifk@yahoo.com Status : Mahasiswa Angkatan 2005 NRM : 052104205 Jurusan : Pendidikan Bahasa Jepang Angkatan : 2005 Universitas : Universitas Negeri Surabaya Cita-cita : Ilmuwan dan Guru Motto : Hidup Nikmat, Surga di Akhirat   DAFTAR ISIAN PESERTA II Nama : M. Nuril Syafa’ul Karim TTL : Nganjuk, 05 Agustus 1989 Alamat : Rt.02, Rw.07 DesaTanjung Kalang Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk No. Telepon : 08563213869 Status : Mahasiswa NRM : 072074054 Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan : 2007 Universitas : Universitas Negeri Surabaya Cita-cita : Guru Besar Linguis Motto : Mati Sekali Matilah yang Bernilai Prestasi