Kelasku Pagi-pagi berangkat Menuntut ilmu dengan giat Langkah sepatu kian cepat Menuju ruang yang mengumpat Penghuni kelas hanya 18 Ditambah satu guru jadi 19 Kicau burung cicicuit-cicicuit Membuat hati tak kian sempit Sengatan matahari pagi Membuat semanggat kian tinggi Tunjukkan pada semua Kelasku pasti bisa dan bisa  Hari-hari Manusia Jiwa ini terlahir Tumbuh dan tumbuh Makan dan makan Tidur dan tidur Tiada hari terlewat Tumbuh dan tumbuh Makan dan makan Tidur dan tidur Mati dan mati Lamongan, 30 Oktober 2004 Ramadhan Kedatanganmu hanya sebulan Yang setiap tahun tak pernah terlewatkan Sebagian manusia yang menyambut Ada yang berwajah cemberut Sebagai hamba yang beriman Kau disambut dengan wajah riang Bumipun kian tenag Menyambutmu dalam tidur lamunan Langit biru terasa cerah Tersirat ekspresi wajah sumringah Hijau tumbuhan Menyambut kedatanganmu dengan ekspresi kerindangan Bila ramadhan akan hilang Mereka pasti bilang Celakalah manusia celakalah Ditinggal bulan penuh berkah dan hikmah

Lamongan,19 Ramadhan 1425

Lailatul Qodr

Malam ini terasa berbeda Suasana jadi kian sunyi dan senyap Bintang-bintang pun terlihat mengkilap Sambil bertasbih menyucikan keagungan-Nya Ombak laut tak seganas biasanya Kala itu ia bertahmid mensyukuri nikmat-Nya Angin bertiup sepoi santai Teiring ucap tahlil mengesakan Ilahi Binatang tak ketinggalan pula Mereka memuji, mengabdi pada Yang Esa Tumbuhan pun bangun dari tidur lelapnya Tak lupa berdzikir pada Sang Pencipta Sebagian manusia belomba mendapatnya Berbagai amal ibadah dilakukannya Demi secercah harapan Mendapat kebaikan 1000 bulan Malaikat turun memenuhi jagat dunia Hingga terbit fajar kebenaran dari masyariq dunia

Lamongan, 30 Ramadhan 1425

Taubat sang penebang

Wahai manusia Maafkan hamba yang tak berdaya Wahai tumbuhan Maafkan hamba yang bersalah Dan juga binatang Maafkan hamba yang hina ini Dua tangan ini berlumur dosa Siap dipotong sebagai gantinya Ya Tuhan semesta alam Engkau jadikan hamba sebagai penebang Terimalah taubat hamba Kerena engkau Mahapengampun lagi Penyayang  Lebaran Tak Punya Tiada makanan di meja Tiada pula minuman di meja Tiada pakaian baru dipakai Tiada sandal baru dipakai Tiada kopiah sebagai mahkota Tiada sarung sebagai kurung Yang ada hanya jiwa dan raga Yang masih mampu menahan coba dan derita Pandang

Lihatlah oma yang duduk di beranda Sambil asyik memandang sang surya Yang telah hidup mendahului oma Lihat kulit keriputnya Yang tak mampu lagi menyembunyikan keperawanannya Lihat tubuhnya yang ringkih Membawa tongkat ke sana- ke mari Bola matanya yang dulu bundar Kini mulai memudar Doakan oma agar dapat hidup bahagia Sampai ajal menjemputnya I love You I love You You love me too She loves You You love her too He loves You You love him too We love You You love us too They love You You love them too   16 Desember 2004