1. Pendahuluan Ketika membahas tentang Jepang selalu ada hal-hal menarik. Ketertarikannnya pada masyarakat-masyarakat yang mendiami Jepang dengan bahasa dan budaya yang khas. Jepang (bahasa Jepang: 日本 Nippon/Nihon , secara harfiah: "asal-muasal matahari") adalah sebuah negara di Asia Timur yang terletak di suatu rantai kepulauan benua Asia di ujung barat Samudra Pasifik. Pulau-pulau paling besar adalah, dari utara ke selatan, Hokkaido (北海道), Honshu (本州, pulau terbesar), Shikoku (四国), dan Kyushu (九州). Beberapa pulau-pulau kecil berada di dekat keempat pulau ini, termasuk sebuah kelompok pulau-pulau kecil yang berada di sebelah selatan di Okinawa (www.wikipedia.com). Secara demografi masyarakat Jepang merupakan sebuah masyarakat yang homogen dari segi suku dan bahasa, masyarakat Jepang secara etnis dan bahasa (linguistik) adalah homogen, dengan sedikit penduduk asing yang kebanyakan dari Korea Utara dan Selatan (1 juta), Okinawa (1,5 juta), China dan Taiwan (0,5 juta), Malaysia (0,5 juta), Filipina (0,5 juta), dan Brazil (250,000), termasuk juga minoritas suku asli Ainu di Hokkaido. 99% penduduk bertutur bahasa Jepang sebagai bahasa ibu. Kewarganegaraan Jepang biasanya diberikan semenjak dilahirkan, yaitu apabila anggota keluarga mendaftar kelahiran bayi dalam daftar keluarga yang dipegang oleh kantor bangsal asing. Walaupun begitu, kelahiran di Jepang semata-mata tidak menjamin kewarganegaraan. Minoritas penutur bahasa Jepang tunggal seringkali tinggal di Jepang selama beberapa generasi dengan status penduduk tetap tanpa mendapat kewarganegaraan dalam negara kelahiran mereka. Penduduk keturunan Jepang yang kembali ke Jepang dari seberang laut mempunyai kewarganegaraan sekiranya kelahiran mereka di negara asing didaftarkan bagi pihak anggota keluarga mereka. Kadangkala mereka yang pulang tidak dianggap Jepang sebenarnya dan seringkali dicurigai sebagai keturunan kasta Burakumin semasa zaman feodal, kelompok penduduk yang diketahui hijrah ke negara Amerika Selatan, dan sering kali menjadi korban diskriminasi. Terkait kepercayaan kebanyakan rakyat Jepang mengambil sikap tidak peduli terhadap agama dan melihat agama sebagai budaya dan tradisi. Bila ditanya mengenai agama, mereka akan mengatakan bahwa mereka beragama Buddha hanya karena nenek-moyang mereka menganut salah satu sekte agama Buddha. Pada hari ini Shinto, suatu agama yang berasal dari Jepang sudah hampir luput dari perhatian dan hanya diketahui oleh beberapa cendekiawan saja. Kebanyakan ajaran Buddha dan Shinto hanya dipraktikkan di dalam budaya seperti adab dan perkawinan. Sejumlah minoritas menganut agama Kristen, Shamanisme dan agama-agama Baru seperti Soka Gakkai. Sebagian agama baru ini berkait rapat dengan agama Buddha. Agama Islam sebagai minoritas juga berkembang di Jepang. Pada penulisan ini akan dibahas perkembangan agama Islam setelah mengamati perkembangan agama dan masyarakat Jepang. 2. Sejarah Agama di Jepang Di Jepang kebebasan beragama diberikan secara luas oleh pemerintah kepada rakyat. Hal ini terdapat pada kutipan : “No religious organization shall receive any privileges from the state nor exercise any political authority. No person shall be compelled to take part in any religious act, celebration, rite, or any other religious activity”(The Japan of Today,1996:113). Terjemahan bebas dari kutipan di atas adalah “ tidak ada organisasi religius akan menerima perlakuan khusus dari Negara, baik berupa penampakan ibadah maupun maupun otoritas politik. Tidak ada masyarakat akan dipaksa untuk ambil bagian dalam tindakan religius baik perayaan, upacara, manapun aktivitas religius lain. Adanya kebebasan beragama di Jepang ditunjukkan dengan jumlah pemeluk agama yang ada. Pada tahun 1994 jumlah penduduk yang memeluk Budha 90 juta, Kristen 1,5 juta, dan Islam 100.000, jumlah tersebut termasuk penduduk bukan asli Jepang. Menurut Nakata (2006) agama bagi masyarakat Jepang adalah out of mind (berada di luar semesta pemikiran). Menurut masyarakat Jepang, agama hanya untuk masyarakat yang mengalami gangguan jiwa. Hal tersebut bertolak belakang dengan pendapat Suriasumantri (dalam Sumarlam, ed., 2004:124) mengatakan bahwa agama berfungsi memberikan landasan hubungan manusia dengan Sang Pencipta dan dengan sesamanya, berdasarkan kepercayaan yang dianutnya. 3. Sejarah Islam di Jepang Nakata (2006) menjelaskan bahwa tidak ada kontak langsung Jepang dengan Islam hingga masa Restorasi Meiji (1867). Ini yang menjadi faktor utama sedikitnya komunitas Muslim di Jepang hingga sekarang. Muslim Jepang pendahulu seperti Ahmad Ariga Bunpachiro (w.1946), Hilal Yamada Torajiro (w. 1957), dan Nurullah Tanaka Ippei (w. 1934), tidak meninggalkan anak keturunan Muslim, dan sejak itu mereka tidak memiliki keluarga Muslim kecuali tiga generasi tadi, hingga Hajj Abdulkarim Saito Sekihei ( w.1998). Selain itu persentuhan masyarakat Jepang dengan Islam diawalai dengan penerjemahan buku aktivitas nabi Muhammad SAW ke dalam bahasa Jepang. Hubungan lebih lanjut terjalin ketika pemerintah Jepang menjalin aliansi perdagangan bersama pemerintah Turki. Lewat asosiasi ini, terjalin lebih erat kontak antara dua peradaban. Menurut Lestari (2007) ketika Turki Ottoman mengirimkan utusan berupa armada angkatan lautnya ke Jepang pada tahun 1890, tujuan dari misi diplomatik ini adalah untuk menjalin hubungan antara dua negara dan untuk saling mengenal satu sama lain. Armada angkatan laut ini kemudian terbalik dan kandas di tengah perjalanan pulangnya. Dari 600 penumpang, hanya 69 orang yang selamat. Pemerintah maupun rakyat Jepang bersama-sama berusaha menolong para penumpang yang selamat dan mengadakan upacara penghormatan bagi arwah penumpang yang meninggal dunia. Mereka yang selamat, akhirnya dapat kembali ke negara mereka berkat sumbangan yang berhasil dikumpulkan dari seluruh rakyat Jepang. Peristiwa ini menjadi pencetus dikirimnya utusan pemerintah Turki ke Jepang pada tahun 1891. Hubungan yang sangat baik dengan Turki ini, juga membawa kemenangan bagi Jepang dalam peperangan dengan Rusia yang dimulai pada tahun 1904. Dikatakan, pada saat armada kapal kekaisaran Rusia melintasi laut Baltik, Turki memberitahukan hal tersebut kepada Jepang, dan karena itu, Jepang meraih kemenangannya. Orang Jepang yang pertama kali masuk Islam adalah Mitsutaro Takaoka yang menjadi Muslim tahun 1909 dan kemudian berganti nama menjadi Omar Yamaoka setelah menunaikan ibadah haji ke Mekah dan sempat pula mengunjungi Bumpachiro Ariga, dimana di kota yang menjadi bagian dari negara India itu Omar Yamaoka sempat pula berdagang serta berkenalan dengan Islam secara lebih mendalam. Setelah cukup lama berinteraksi dengan masyarakat setempat, Yamaoka akhirnya mengganti namanya lagi menjadi Ahmad Ariga. Namun para peneliti juga menyatakan bahwa orang Jepang yang pertama kali masuk Islam bernama Torajiro Yamada. Yamada pernah mengunjungi negeri Turki sebagai bentuk rasa simpatinya atas kematian para personel armada angkatan laut Turki yang pernah mengunjungi Jepang. Yamada kemudian memeluk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Khalil. Untuk menyempurnakan Rukun Islamnya, Abdul Khalil pun menunaikan ibadah haji ke Mekah. 4. Komunitas Muslim di Jepang Di Jepang komunitas muslim muncul seiring perkembangan zaman dan rasa keingintahuan masyarakat Jepang terhadap Islam. Kemunculan komunitas Muslim di Jepang dimulai sejak kedatangan ratusan pengungsi Muslim dari Turki, Uzbekistan, Tadjikistan, Kirghiztan, Kazakhtan serta para pengungsi lain yang berasal dari Asia Tengah dan Rusia saat kebangkitan Revolusi Bolshevik selama Perang Dunia I. Orang-orang Muslim yang diberi Asylum (hak suaka) oleh pemerintah Jepang tinggal di beberapa kota utama di Jepang dan kemudian membentuk komunitas Muslim yang kecil. Sejumlah orang Jepang memeluk Islam setelah berinteraksi dengan komunitas Muslim tersebut. Dengan adanya komunitas Muslim yang kecil ini beberapa masjid berhasil dibangun. Masjid Kobe yang dibangun tahun 1935 serta Masjid Tokyo yang dibangun tahun 1938 merupakan masjid-masjid terpenting di Jepang. Satu hal yang perlu ditekankan di sini bahwa hanya sedikit Muslim Jepang yang dilibatkan dalam pembangunan masjid-masjid tersebut serta tidak ada satu pun Muslim Jepang yang menjadi Imam di tiap masjid tersebut. Selama Perang Dunia II yang terjadi di Jepang. Trend ini dibawa oleh pemerintahan militer melalui berbagai macam organisasi serta research center yang concern ke kajian seputar Islam serta Muslim World. Dengan kata lain bahwa selama Perang Dunia II, terdapat lebih dari 100 buku serta jurnal kajian seputar Islam yang dipublikasikan di Jepang. Namun sayangnya berbagai macam organisasi serta research center yang tumbuh subur tersebut tidak berada di bawah control atau dikelola orang Islam sehingga para pengkaji Islam ini bisa memakai nama Islam untuk tujuan apapun. Padahal tujuan para pengkaji Islam ini semata-mata hanyalah untuk menjadikan militer Jepang mendapatkan pengetahuan yang dalam serta wawasan yang luas tentang Islam dan Muslim di negara-negara jajahan Jepang di China serta Asia Tenggara. Akibatnya, setelah Perang Dunia II berakhir tahun 1945, berbagai organisasi serta research center ini menghilang dengan cepat. Sebaba yang lain terjadi akibat adanya peristiwa oil shock tahun 1973. Pada saat itu King Faisal menaikkan harga minyak sehingga negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat kelimpungan dan perekonomiannya sempat mengalami decline (kemerosotan). Media massa Jepang melakukan pemberitaan besar-besaran mengenai Muslim World secara umum dan Arab World secara khusus setelah menyadari pentingnya negara-negara Arab bagi ekonomi Jepang. Dengan adanya pemberitaan besar-besaran ini banyak orang Jepang yang sebelumnya tidak tahu apa-apa mengenai Islam mendapat kesempatan untuk mengenal Islam lewat tampilan suasana penyelenggaraan ibadah Haji di Mekah serta mendengar suara adzan dan bacaan Al-Quran. Di samping banyaknya upaya sungguh-sungguh untuk mempelajari Islam dan banyak yang memeluk Islam. Namun dengan berakhirnya efek oil shock, maka berakhir pula segala nostalgia ini. Ketertarikan orang-orang Jepang pada Islam menghilang secara cepat. Di Jepang tidak ada organisasi tunggal untuk Muslim Jepang. Juga tidak ada angka pasti berapa sebenarnya jumlah Muslim di Jepang. Tapi angka perkiraannya sekitar 70.000. Jumlah terbesar adalah Muslim dari Indonesia, sekitar 20.000 masyarakat. Muslim asli Jepang sendiri diperkirakan hanya 7.000 masyarakat kebanyakan dari mereka masuk Islam melalui pernikahan dengan pasangan Muslim dari luar Jepang. Dari jumlah itu, hanya sekitar 500 masyarakat yang terorganisasi di bawah Japan Muslim Association, sebuah organisasi Islam terbesar dan tertua di Jepang. Jadi, Muslim Jepang benar-benar minoritas mutlak. Keberadaannya di tengah-tengah masyarakat Jepang nyaris tak terperhatikan dan diabaikan. Situasinya sama ketika kita berbicara tentang studi Islam di Jepang. Ahli Islam masih sangat sedikit. Kehadiran Islam di Jepang menghembuskan angin segar bagi kehidupan. Gaya hidup masyarakat Jepang yang kering nilai spiritual membuat mereka mudah stress. Ini bisa dibuktikan dengan angka bunuh diri 30.000 masyarakat per tahun. Padahal kehidupan masyarakatnya sejahtera dengan pendapatan GNP 30.000 US dollar perkapita. Problem terbesar adalah kenyataan bahwa secara mental masyarakat Jepang takluk pada Barat dan menjadi budak mereka. Mereka berorientasi pada pekerjaan dan sangat materialistis. Konsep keluarga tradisional Jepang semakin lemah di tengah dunia modern yang mengacu pada faktor sosial dan ekonomi. Modernitas ketertarikan akan mode ala Barat, gaya hidup, dan sederet pemicu lainnya di samping alasan ekonomi telah menjadi lokomotif utama perubahan nilai sosial dan budaya masyarakat Jepang. Sayangnya, fakta ini tidak disadari. Dengan demikian masyarakat Jepang dengan kesejahteraannya tidak dapat hidup bahagia. 5. Penutup Ada beberapa alasan yang dikemukakan masyarakat Jepang menganut Islam. Pertama,Islamlah sistem hidup yang paling komprehensif, paling rasional dan konsisten. Hal ini terbukti dari ajaran agama lain yang ada di Jepang tidak mempunyai konsep yang jelas. Kedua,Islam dijadikan petunjuk bagi individu dalam menjalani hidup di tengah masyarakat Jepang yang matrealistis. Kehidupan matrealistis hanya menuhankan benda. Anggapan terkait konsep ketuhanan dikesampingkan. Padahal manusia terdiri dari dua unsur yakni jasmani dan rohani. Memang kebutuhan jasmani masyarakat Jepang terpenuhi dengan baik dengan tingkatan kesejahteraan, namun kebutuhan ruhani mereka kering. Sifat manusia yang sadar akan menginginkan kehidupan yang seimbang antara jasmani dan ruhani. Ketiga, ada masyarakat Jepang yang menikah dengan orang muslim. Kebanyakan orang muslim yang datang ke Jepang berasal dari Timur Tengah dan Asia Tenggara. Perkawinan campur ini memberikan dampak yang besar bagi perkembangan Islam di Jepang. Keempat, masyarakat Jepang memutuskan memeluk Islam setelah mereka membandingkan konsep ketuhanan dengan agama-agama lain. Ketertarikan mereka dibuktikan dengan mengkaji Islam di beberapa studi Islam yang ada di Jepang, misalnya di Tokyo University. Selain itu banyak mahasiswa Jepang yang mengkaji Islam di universitas yang ada di Timur tengah, misalnya di Universitas Ummul Qura Arab Saudi, Universitas Qatar, dan universitas Islam terkemuka. Dengan demikian mereka menganut Islam atas dasar pemikiran yang kuat dengan didasai dalil yang memuaskan akal. Alasan-alasan tersebut pernah diungkapkan Michiko. Ia menyebut Islam sebagai pembawa kedamaian. Michiko bahkan menggambarkan pesan kedamaian dalam Islam hampir dekat dengan pesan kedamaian yang dibawa agama Buddha yang diikuti oleh hampir 80 persen orang Jepang. Masyarakat Jepang yang ingin mengetahui Islam lebih dalam saat ini tidak terlalu sulit. Di Jepang sudah ada beberapa kelompok yang menyediakan tempat untuk berdiskusi dan mengenal Islam. Kelompok kajian Islam dibentuk oleh komunitas muslim yang ada. Misalnya Asosiasi Muslim Jepang, 50 Islamic center dengan pusat aktivitas dakwah di Tokyo, dan beberapa kelompok kajian Islam yang dibentuk orang Islam yang berasal dari luar Jepang. Selain adanya kelompok kajian Islam, juga berdiri beberapa masjid yang berada di jantung kota. Misalnya masjid Tokyo, masjid Kobe, masjid Nagoya, masjid Toda, masjid Asakusa, masjid Makki, dan masjid Ebina. Dengan demikian Islam akan dapat berkembang seiring berkembangnya Jepang yang menuju modernitas. Adanya Islam akan membawa perubahan bagi Jepang yakni modernitas yang disusun dengan peradaban yang mulia. Aktivitas dakwah di Jepang akan menegaskan bahwa Islam sebagai agama penebar damai dan rahmat. DAFTAR RUJUKAN http://www.pmij.org Powered by Joomla! Generated: 7 April, 2008, 21:08 Islam Cahaya Baru di Negara Matahari Terbit, http://fithab.multiply.com/journal/item/40/Islam_Cahaya_Baru_di_Negara_Matahari_Terbit_-_Republika_Online, akses 8 April 2008. Nakata, Hasan Ko. 2006. Seperti Mendakwahi Batu. al-Wa’ie http://swaramuslim.com/islam/more.php?id=5318_0_4_0_M, akses 8 April 2008. Sumarlam dkk. (Ed.). 2004. Analisis Wacana Iklan Lagu Puisi Cerpen Novel Drama. Bandung: Pakar Raya. The Japan of Today. 1996. Tokyo: The International Society for Educational Information, Inc.